Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pusat Logistik Berikat Sektor Migas & Transportasi Perlu Diperbanyak

Pusat Logistik Berikat sektor minyak dan gas serta transportasi berbasis gas perlu diperbanyak dengan rancangan desain industri yang spesifik sebagai hasil kerjasama antara stakeholder.
Presiden Joko Widodo menyampaikan sambutan sebelum meresmikan secara simbolis 11 Pusat Logistik Berikat (PLB) di Indonesia di Kawasan Industri Krida Bahari, Cakung, Jakarta Utara, Kamis (10/3/2016)./Antara-Widodo S. Jusuf
Presiden Joko Widodo menyampaikan sambutan sebelum meresmikan secara simbolis 11 Pusat Logistik Berikat (PLB) di Indonesia di Kawasan Industri Krida Bahari, Cakung, Jakarta Utara, Kamis (10/3/2016)./Antara-Widodo S. Jusuf

Bisnis.com, JAKARTA - Pusat Logistik Berikat sektor minyak dan gas serta transportasi berbasis gas perlu diperbanyak dengan rancangan desain industri yang spesifik sebagai hasil kerja sama antara stakeholder.

Direktur Eksekutif Pusat Pengembangan Manajemen Pengadaan Indonesia (PPMPI) Khairul Riza menyatakan pembangunan pusat logistik berikat (PLB) sektor migas seharusnya melihat kerangka besar alias desain strategis industrinya. Rancangan tersebut diyakini Khairul bisa menurunkan biaya logistik.

“Permasalahannya kita tak pernah melihat itu dalam bigger picture. Ya kerjanya parsial-parsial saja kalau dalam bentuk parsial parsial ini Indonesia loh kalau kita mulai di Natuna mau di Kalimantan tidak masalah tetapi ini bagian dari grand design-nya,” ungkap Khairul kepada Bisnis, Rabu (20/4/2016).

Khairul menjelaskan biaya tertinggi dalam sektor minyak dan gas (migas) adalah sektor procurement dan logistik. Biaya procurement berada di angka sekitar 40%, sementara logistik 33% meliputi biaya transportasi, pergudangan, open yard, pelabuhan, dan teknologi.

“Kalau investasi di PLB migas mahal ya wajar, itu konsekuensi. Kawasan berikat itu sudah oke, kita harus lihat demand-nya apa, maka perlu kolaborasi industri-nya seperti apa,” tutur Khairul.

Adapun sejumlah lokasi yang menurut Khairul berpeluang bagus sebagai supply chain hub logistik migas adalah; Batam, Jambi, Natuna, Jakarta, Jawa Timur, Balikpapan, dan Sorong. Khairul yakin jika manajemen supply chain migas bisa diperbaiki, maka aka nada efisiensi biaya logistik dan mampu menurunkan harga barang.

Salah satu pengelola PLB migas di Balikpapan, PT Petrosea mengakui di tengah tantangan bisnis pertambangan yang melemah, pihaknya justru berhasil menandatangan perjanjian pemindahan lapisan tanah penutup dengan PT Indoasia Cemerlang yang berlaku selama setahun dengan nilai pendapatan Rp311 miliar.

Direktur Keuangan PT Petrosea, M Kurnia Ariawan mengatakan untuk jasa minyak dan gas bumi yang sudah bertransfromasi sebagai Petrosea Logistic and Support Services (PLSS) akan tetap mempertahankan fokusnya kepada Petrosea Offshore Supply Base.

“Sebagai salah satu operator PLB yang diresmikan Maret lalu, pihaknya juga menjadi program percontohan kinerja positif rekayasa dan manajemen proyek Petrosea tak lepas dari kejelian Petrosea dalam melakukan diversifikasi ke layanan komidtas mineral lain, infrastruktur dan sektor migas,” kata M Kurnia.

Di hubungi terpisah, Direktur Utama PT Logindo Samudera Makmur Eddy Kurniawan Logam menyatakan perusahaannya sedang melihat adanya peluang bisnis di sektor migas yakni bisnis transportasi gas. Hal itu diakui Eddy lantaran bisnis utama jasa kapal penunjang angkutan lepas pantai sedang melemah. “Kami melihat kebutuhan energi di Indonesia peluangnya besar, terutama di sektor transportasi gas,” ungkapnya kepada Bisnis.

Eddy mengaku belum bisa menyebutkan nilai investasi dari bisnis transportasi gas yang akan dilakukannya. Pasalnya Logindo masih melakukan sejumlah kajian agar bisnis tersebut bisa diluncurkan dalam waktu dekat.

Tak hanya itu, Eddy memperhitungkan sejumlah kendala untuk memulai bisnis transportasi, salah satunya adalah kebijakan suku bunga. Menurut Eddy, pemerintah perlu merumuskan kebijakan suku bunga yang stabil agar industri dalam negeri bisa kompetitif.

“Investasi sektor migas ini adalah investasi jangka panjang dengan suku bunga acuan yang dolar sementara pemerintah membuat keruwetan secara tiba-tiba mengubahnya ke rupiah,” tuturnya.

Eddy memandang menurut kacamata para pengusaha, niat investasi untuk sektor transportasi migas masih ada peminatnya. Hanya saja, kebijakan pemerintah yang selalu terburu-buru dan tidak stabil menyebabkan pengusaha enggan berinvestasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper