Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

MTI: Akar Masalah Gagal Tuntas, Biaya Kemacetan Kian Membengkak

Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menilai besarnya uang yang menguap akibat kemacetan yang terjadi setiap tahun akan terus bertambah jika akar masalah tidak segera diselesaikan.
Truk sampah DKI Jakarta melintas di tengah kemacetan kendaraan di Jalan Ahmad Yani, Bekasi, Jawa Barat/Antara
Truk sampah DKI Jakarta melintas di tengah kemacetan kendaraan di Jalan Ahmad Yani, Bekasi, Jawa Barat/Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menilai besarnya uang yang menguap akibat kemacetan yang terjadi setiap tahun akan terus bertambah jika akar masalah tidak segera diselesaikan.

Wakil Ketua Bidang Advokasi dan Riset MTI Djoko Setijowarno mengatakan, jumlah uang yang hilang hingga Rp35 triliun di Jakarta dan Bandung tersebut akibat kemacetan dari biaya bahan bakar yang terbuang percuma, nilai waktu, polusi yang menyebabkan orang sakit, dan sebagainya. “Itu baru Jakarta dan Bandung,” kata Djoko, Rabu (30/3/2016).

Untuk mengatasi hilangnya uang akibat kemacetan tersebut, tuturnya, pemerintah pusat dan daerah harus segera memperbaiki akar masalah yang selama ini tidak pernah terselesaikan, yakni angkutan umum.

Dia menuturkan berbagai langkah atau cara yang dilakukan untuk mengatasi kemacetan tidak akan berguna jika angkutan umum tetap tidak diperbaiki.

Tidak hanya membenahi, pemerintah baik pusat dan daerah juga harus mengadakan angkutan umum dari tempat tinggal masyarakat ke daerah-daerah yang menjadi pusat kegiatan masyarakat seperti pasar, sekolah, dan tempat kerja.

Oleh karena itu, dia menuturkan, integrasi kereta ringan (light rail transit/LRT), mass rapid transit (MRT), bus rapid transit (BRT), kereta api, dan bandara tidak lah cukup. Djoko menilai, integrasi tersebut hanya berada pada koridor utama. “[Seharusnya] Terintegrasi menjangkau kawasan pemukiman,” katanya.

Dia menambahkan Presiden Joko Widodo dapat mencontoh Presiden Soeharto terkait dengan hal tersebut. Menurutnya, pada jaman itu, angkutan-angkutan umum harus berasal dari perumahan nasional (perumnas) menuju pasar tradisional melewati sekolah dan kantor. Aturan terkait hal tersebut memang tidak ada. Namun, dia menambahkan, presiden dapat memberikan perintahnya.

Saat ini, dia menuturkan, persoalan yang ada bukan hanya kemacetan. Tapi jumlah kendaraan pribadi yang terus tumbuh setiap tahunnya. Tingginya jumlah pertumbuhan kendaraan pribadi tidak diimbangi dengan pertumbuhan dan perbaikan angkutan umum.

Djoko memprediksi, dalam lima tahun ke depan, angkutan umum perkotaan akan banyak yang menghilang atau semakin tidak jelas. Hal tersebut dapat terjadi lantaran bisnis angkutan umum tidak akan lagi menguntungkan.

Saat ini, Presiden Joko Widodo menginginkan pembangunan LRT baik yang di Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi (Jabodebek), Palembang, dan Bandung Raya dapat dipercepat. Tidak hanya itu, presiden juga menginginkan moda transportasi baik itu berbasis rel dan jalan raya terintegrasi.

Tujuannya agar kemacetan dapat segera diatasi mengingat dalam perhitungan dan data yang diterimanya, negara setiap tahun kehilangan sekitar Rp35 triliun dengan rincian “Di Jakarta setahun kita kehilangan Rp28 triliun. Di Bandung plus ke Jakarta itu kehilangan Rp7 triliun setiap tahun,” demikian tulis Sekretariat Kabinet (Setkab) dalam situsnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Yudi Supriyanto

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper