Bisnis.com, DENPASAR - Banyak petani anggota Koperasi Unit Desa atau KUD kemungkinan besar akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan pupuk bersubsidi karena sistem rayonisasi sepertinya masih dipertahankan.
Deputi Bidang Produksi dan Pemasaran Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) I Wayan Dipta mengatakan untuk menghapuskan sistem tersebut, langkah pertama yang mesti dilakukan yakni mengubah aturan main peredaran pupuk bersubsidi.
"Sampai saat ini perubahan aturannya masih dalam proses. Presiden pernah mengatakan akan mengeluarkan kebijakan yang berbeda terkait pupuk bersubsidi," ujarnya, Selasa (29/3/2016).
Dia tidak menampik jika perubahan regulasi tidak kunjung dilakukan maka pola distribusi pupuk bersubsidi tersebut akan sama seperti tahun-tahun sebelumnya.
Hal ini berarti sistem rayon juga turut dipertahankan dan selama ini telah diidentifikasi sebagai salah satu prnyebab petani kesulitan mengakses pupuk tersebut.
Sebagaimana diketahui sistem rayonisasi mengisyaratkan hanya para petani yang berdomisili di rayon yang sama dengan KUD-lah yang bisa mengakses pupuk bersubsidi yang dijual oleh KID tersebut.
Padahal, kondisi objektif di lapangan menyatakan bahwa KUD telah berkembang pesat dan memiliki anggota lintas wilayah.
Wayan Dipta mengatakan berdasarkan catatan Kementerian Koperasi dan UKM, ada 2335 koperasi petani yang bertindak sebagai distributor pupuk bersubsidi dari total 7600 koperasi yang mempunyai fasilitas pergudangan. "Jumlah itu tetap sama pada tahun ini," katanya.
Dia menyatakan pihaknya tetap berkeinginan agar pemberian subsidi pupuk kepada petani dialihkan menjadi subsidi pembelian hasil pertanian pascapanen karena selama ini petani yang tergabung dalam koperasi tidak mendapatkan manfaat yang sesuai peruntukannya.
"Hal ini diakibatkan oleh berbagai penyimpangan yang terjadi selama ini,"ucapnya.
Selain sistem rayonisasi, kerugian lain hang dialami oleh para petani adalah harga eceran yang melonjak tajam. Tidak hanya itu, marjin keuntungan penjualan pupuk pun terlampau rendah yakni antara Rp30-Rp40 perkilogram.
Karena itu, pihaknya telah berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan agar jumlah pengecer yang mencapai 44.000 dikurangi persentasenya sebesar 40% hingga 50%. Sejauh ini, dari jumlah pengecer, yang ada, hanya 4,5% pengecer yang berbentuk badan usaha koperasi.
“Masih banyak masalah di apsek distribusi lainnya seperti dipasritas harga dan perembesan pupuk. Karena itulah pak menteri [Puspayoga] mengatakan kalau situasinya seperti ini ya lebih baik dicabut saja,” terangnya.
Menurutnya, kementerian tersebut menimbang bahwa subsidi pupuk tidak urgen untuk diterapkan. Yang lebih penting adalah petani mendapatkan kepastian harga jual hasil produksi yang pantas sehingga bisa mendapatkan keuntungan dari sektor pertanian sebagai salah satu penyangga perekonomian nasional.