Bisnis.com, JAKARTA--Si hitam menumpuk menyerupai gunung terletak nun jauh di Jalan Raya Surabaya–Situbondo, Kabupaten Probolinggo, Provinsi Jawa Timur. Tidak ada yang memercik dari onggokan batu hitam yang seiras dengan kerikil itu.
Namun tunggu sampai dia masuk tungku. Hitam si batu akan menjadi percik membara. Hasil dari proses “pematangan” batu bara ini adalah benderang yang (mungkin) dinikmati 250 juta jiwa masyarakat Indonesia. Sebutan singkatnya setrum.
Setrum itu berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Paiton di Probolinggo. Infrastruktur ini dijalankan 582 orang pekerja PT Pembangkitan Jawa – Bali (PJB), khususnya untuk Paiton I, II dan IX. Adapun Paiton I dan II menyumbang 227 tenaga kerja, sedangkan Paiton IX sekitar 355 individu.
PLTP atau unit pembangkit (UP) Paiton I dan II ibarat kakak tertua, lahir pada 1994. Sekarang kapasitas terpasangnya 2 x 400 megawatt (MW). Adapun UP Paiton IX kapasitasnya 1 x 660 MW. UP ke-9 ini termasuk dalam proyek percepatan 10.000 MW tahap pertama.
Menjamah komplek pembangkit listrik Paiton rasanya seperti masuk ke dalam area perumahan elit. Jalannya bersih dan rapi. Keselamatan dan keamanan warga menjadi prioritas utama. Wujudnya seperti sistem kluster, hanya ada satu pintu masuk dan keluar.
Tidak terhirup paru-paru selaksa aroma apak atau tak sedap di udara. Pohon banyak, berdiri sejajar teratur. Langit tampak jelas seperti cermin yang memancarkan warna air laut; biru. Inilah Paiton. Pembangkit listrik yang disebut-sebut banyak mencemari lingkungan.
Tampilan apik Paiton memang demikian adanya. Tapi bukan berarti kabar sumbang bahwa batu bara yang digunakan menghasilkan polusi itu bohong. Kenyataannya, si hitam memang menyisakan jejak di tanah dan udara. Ada yang teronggok dan sebagian lain terbang.
Sampah yang tersisa berwujud debu. Ada fly ash dan bottom ash. Debu terbang menyerpih, si bottom menyerupai kerikil terkumpul di tanah. “Kami memenuhi perizinan lingkungan dan taat seratus persen dalam pengelolaan limbah ini,” ucap Jaswadi, Supervisor Senior Lingkungan PJB UP Paiton.
Walaupun pengelolaannya sudah sesuai prosedur tetap belum sempurna. Daur ulang limbah batu bara tersebut baru pada tataranabu terbang,belum menyentuh bottom ash. Tak usah terlalu pusingkan fly ash karena sudah diserap sektor konstruksi untuk membuat beton.
Kendalanya sekarang adalah si abu dasar yang cuma bisa ditimbun di tempat tertentu. Di Tanah Air, komponen ini adalah golongan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Padahal di negara lain, seperti Jepang, bottom ash dipakai untuk menggantikan pasir, sedangkan fly ash gantinya semen.
Senior Manajer Bidang Komunikasi Korporasi dan CSR PT PJB Yama Bellatrixiana mengaku regulasi yang menyatakan abu dasar batu bara sebagai B3 bisa dikatakan menghambat pemberdayaan manusia yang dilakukan perseroan. Beleid yang maksud adalah Peraturan Pemerintah No. 101/2014 mengenai Limbah B3.
“Di dalam program tanggung jawab sosial kami tidak ada program di mana masyarakat bisa mengelola [untuk mendaur ulang] langsung abu batu bara,” ucapnya.
Abu yang terbang sudah bisa ditangkap tetapi si debu yang jatuh hanya berdiam diri. Padahal keduanya sama-sama bisa dijadikan komponen pembentuk beton. Selain itu juga bisa dipakai untuk membuat paving block, batako, dan lain-lain. Pada akhirnya dapat digunakan untuk infrastruktur di wilayah sekitar Paiton.
Hasil olahan abu batu bara bisa dibilang bernilai ekonomi. Sekarang yang menikmati baru perusahaan-perusahaan semen yang asetnya miliar bahkan triliunan. Sementara masyarakat sekitar belum menikmati.
Perusahaan sekelas PJB jelas memiliki aktivitas berupa tanggung jawab sosial. Tapi rerata program yang ditampilkan adalah aksi pemberdayaan masyarakat yang tidak terkait dengan kegiatan bisnis utama perseroan.
Yama menekankan kondisi itu bukan karena perseroan yang menginginkan melainkan memang regulasi yang berkata demikian. Pemanfaatan abu batu bara tidak bisa sembarang dikelola perorangan. Hal ini butuh izin ketat dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
“Masyarakat tidak bisa memanfaatkannya karena tidak boleh, gitu aturannya,” tuturnya. “Padahal kami senang kalau ini bisa dimanfaatkan masyarakat”.
Pemanfaatan
Hasil abu batu bara pembangkit listrik sekitar 4% dari konsumsinya. Hal ini berlaku untuk Paiton I dan II dengan kisaran konsumsi batu bara 3,47 juta ton per tahun. Adapun coal yang dipakai merupakan si hitam berkalori tinggi.
Abu sisa pembakaran batu bara semestinya bisa diolah seluruhnya. Populasi abu terbang maupun abu dasar pada tahun-tahun mendatang dipastikan semakin banyak. Hal ini sejalan dengan program penyediaan tenaga listrik 35.000 MW yang mengoperasikan PLTU.
“Di Indonesia mau ada 35.000 MW, sementara separuh pembangkit adalah batu bara [bahan bakarnya]. Yang sekarang saja limbahnya tidak tertangani apalagi pada tahun-tahun ke depan,” ujar Direktur Konsorsium Riset Geopolimer Indonesia (Korigi) Eng Januarti Jaya Ekaputri.
Jangankan bicara soal abu dasar yang sejauh ini cuma bisa ditimbun, abu terbang yang sudah bisa dimanfaatkan sektor konstruksipun belum sempurna. Pengolahan sebagai campuran semen belum cukup ampuh guna menyerap habis seluruh populasinya
Januarti berpandangan penyerapan abu terbangtidak bisa hanya mengandalkan sektor konstruksi bangunan. Komposisi abu terbang dalam campuran formula pembuat semen baru 20%, seharusnya bisa ditingkatkan sampai 100%.
Selain itu harus dipakai pula untuk komponen dasar infrastruktur jalan. Dan pemanfaatannya harus mengajak akademisi untuk mengajarkan teknisnya. Nah untuk abu dasar seharusnya diserap untuk menggantikan pasir.
“Dari sisi aturan, saya melihat agak tidak adil abu batu bara ini dikategorikan sebagai limbah B3. Karena setelah diteliti, setelah menjadi by product, racunnya tidak keluar lagi,” ucap Januarti.
Pemanfaatan abu batu bara oleh masyarakat tampak seperti si kerdil yang merindu rembulan. Hanya bisa berangan tetapi sukar menjangkau. Bukan karena tidak mampu melainkan regulasi yang tidak memungkinkan, demikian pandangan PJB.
Sekalipun bisa termanfaatkan oleh masyarakat mungkin tidak dalam skala besar. Tapi andai ini bisa dilakukan, tentu dapat menghadirkan daur hidup batu bara yang baik bagi Paiton. Kapan ini bisa terjadi? PJB sendiri bertanya hal yang sama.
Ya, keduanya sesama abu, si abu terbang dan abu dasar. Ternyata menerbangkan yang terjatuh ke dasar lebih sulit ketimbang meniup yang terbang.