Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Helikopter, Wacana Taksi Udara Kota

Baru-baru ini PT Jababeka Tbk. memperkenalkan Club Helicopter Air sebagai salah satu solusi untuk mengurai kemacetan lalu lintas Ibu Kota kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Helikopter AW101/agustawestland.com
Helikopter AW101/agustawestland.com

Bisnis.com, JAKARTA - Baru-baru ini PT Jababeka Tbk. memperkenalkan Club Helicopter Air sebagai salah satu solusi untuk mengurai kemacetan lalu lintas Ibu Kota  kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Helikopter tersebut diklaim akan mampu menghubungkan Jakarta dengan lebih dari 100 properti dalam jaringan Jababeka sehingga diharapkan dapat mengakselerasi aktivitas ekonomi.

Presiden Direktur  PT Jababeka Tbk. Setyono Djuandi Darmono begitu optimistis dengan inovasi yang dikembangkan grup tersebut untuk membantu meningkatkan ketersediaan moda transportasi  bertaraf internasional di Jakarta.

Bahkan dia meyakini bahwa armada helikopter diizinkan sebagai taksi udara, maka dapat membantu mengurangi kemacetan di Jakarta. Pasalnya, kondisi lalu lintas yang padat dan seringkali membuat perjalanan yang seharusnya singkat menjadi perjalanan panjang yang memakan waktu. “Helikopter bisa menanggulangi masalah kemacetan yang semakin parah. Apalagi sebelum mass rapid transit [MRT] sepenuhnya dioperasikan,” ujarnya kepada Bisnis, Minggu (20/3).

Bagaimana implementasi taksi udara ini di lokasi lain? Taksi helikopter yang digunakan di Sao Paolo, Brasil bisa menjadi salah satu contoh. Di Negeri Samba itu sudah lalu-lalang 300 armada helikopter yang menjadi seperti taksi. Helikopter, menjanjikan waktu keberangkatan yang terjadwal dan kepastian waktu perjalanan, untuk menepati janji pertemuan dan kebutuhan mendesak lainnya.

Yang pasti di Jakarta sudah ada tiga operator helikopter. Masih jauh dari memadai yang berkisar 10 operator. “Ini karena baru digunakan untuk kepentingan eksplorasi dan keperluan grup-grup besar saja,” jelasnya.

Jababeka sendiri menargetkan sebanyak 100 perusahaan besar dapat ikut dalam kerja sama. Dengan hitungan bisnis, mana kala masing-masing perusahaan memiliki 1.000 eksekutif sebagai pelanggan maka artinya terdapat 100.000 pemakai sehingga helikopter dapat berfungsi penuh dan dapat beroperasi layaknya Transjakarta.

“Tentu jadi murah dibandingkan dengan helikopter 7 seat yang hanya dipakai satu sampai dua orang ke Cikarang. Pulang kosong, atau tunggu 2 jam menganggur,” tambahnya.

Saat ini, di Jakarta terdapat 50 helipad. Apabila setiap gedung bertingkat memiliki 500 helipad maka ini dapat melayani transportasi antargedung bertingkat di kota-kota kawasan Industri seperti Cengkareng, Halim, Cikarang, Karawang, Tangerang, Serang, Puncak, Pelabuhan Ratu, Tanjung Lesung bahkan Semarang hingga Lampung.

Menanggapi tawaran Jababeka, Pemprov DKI Jakarta menyatakan menyambut baik. Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat mengatakan setuju helikopter sebagai moda alternatif menghindari kemacetan di Jakarta. Apalagi untuk para pengusaha yang membutuhkan waktu cepat dalam pertemuan bisnis.

“Prinsip kami pemprov mendukung. Apalagi jika ini juga dapat menjadi alat penggerak roda perekonomian,” kata Djarot seusai bertemu dengan jajaran manajemen PT Jababeka.

Djarot mengatakan ide yang ditawarkan tersebut memungkinkan untuk direalisasikan. Apalagi, jika mengambil contoh, jarak dari Cikarang ke Jakarta bisa memakan waktu 3 jam, akibat kemacetan.

“Mereka  juga sudah mengkaji titik-titiknya, ya seperti jalur busway, misalnya dari Cikarang ke bundaran Hotel Indonesia itu pertemuannya di mana ada. Mereka akan membuat peta jalur,” terangnya.

Secara terpisah, Kepala Dinas Perhubungan dan Transportasi (Dishubtrans) DKI Jakarta Andri Yansyah mengatakan bahwa kemacetan memiliki efek domino yang besar sehingga solusi inovasi harus dikembangkan.

“Penggunaan helikopter memang salah satu cara untuk mempersingkat waktu  bagi para pebisnis dan pelaku ekonomi. Kecepatan merupakan hal yang penting,” jelas Andri.

Andri menambahkan berkaitan dengan sarana transportasi menggunakan ruang udara, ini sepenuhnya kewenangan dari Kementerian Perhubungan RI. Kementerian akan menerbitkan izin laik atau tidaknya transportasi tersebut dioperasikan, pemenuhan regulasi, dan faktor yang lain.

“Soal izin transportasi udara ada pada Kementerian Perhubungan, Pemprov DKI hanya melakukan pengawasan saja,” ujarnya.

Apabila kajian sudah terpenuhi, Andri mengatakan bukan tidak mungkin, pada saatnya transportasi udara dapat terintegrasi dengan moda transportasi lainnya seperti mass rapid transit (MRT), bus rapid transit (BRT) hingga light rail transit (LRT).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Fatkhul Maskur
Sumber : Bisnis Indonesia, Senin (21/3/2016)

Topik

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro