Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Minuman Alkohol Tradisional RI Enggak Kalah dengan Soju

Kalangan petani dan produsen minuman berfermentasi meyakini jika minuman beralkohol tradisional (MBT) memiliki potensi besar di pasar ekspor terutama ke negara-negara yang memiliki musim dingin.
Segelas tuak Indonesia/budaya-indonesia.org
Segelas tuak Indonesia/budaya-indonesia.org

Bisnis.com, SURABAYA – Kalangan petani dan produsen minuman berfermentasi meyakini bahwa minuman beralkohol tradisional (MBT) memiliki potensi besar di pasar ekspor terutama ke negara-negara yang memiliki musim dingin.

Ketua Forum Petani dan Produsen Minuman Berfermentasi Indonesia (FPPMBI), Adi Chrisianto mengatakan Indonesia memiliki banyak jenis MTB dari berbagai daerah. Namun sangat disayangkan, ketika pemerintah kurang memperhatikan potensi tersebut malah justru akan mematikan industri MBT melalui RUU tentang larangan minuman beralkohol.

“Bali punya MBT khas yakni arak Bali yang bahkan sudah ada yang dikemas dan dipakai oleh-oleh wisatawan asing, lalu di Jawa Timur ada tuak dari buah siwalan, lalu di wilayah timur Indonesia ada sopi yang rasanya tidak kalah dengan MBT asing, seperti soju, makgeolli, ginseng wine dan minuman alkohol lainnya,” katanya kepada Bisnis, Kamis (3/3/2016).

Namun, lanjut Adi, para produsen MBT ini perlu pembinaan dari pemerintah misalnya cara memproduksi dan pengemasan sesuai dengan standarisasi industri agar produksi MBT memiliki nilai tambah yang lebih.

Selain itu, perlu ada kegiatan edukasi kepada masyarakat dari segala usia tentang minuman beralkohol seperti batas tolerasi tubuh seseorang mengkonsumsi minuman, dan siapa yang bisa mengkonsumsinya.

“Edukasi seperti itu sudah dilakukan di negara-negara lain, sehingga peraturannya jelas, dan peredaran minuman alkohol tidak dibatasi atau dijual di mana saja sesuai aturan,” ujarnya.

Menurut Adi, tuak, arak hingga sopi diyakini bisa diekspor ke Korea Selatan, dan ekspor dipercaya meningkat saat musim salju turun lantaran kebutuhan minuman alkohol cukup tinggi sebagai penghangat tubuh.

Dia mengungkapkan, sejak adanya RUU larangan minuman alkohol tersebut, petani dan produsen MBT mulai waswas untuk memproduksi dan menjual. Para petani itu , katanya, takut karena sering kali digelar razia di toko-toko penjual minumam alkohol dan minuman oplosan.

Padahal, katanya, produksi MBT menjadi mata pencaharian sehari-hari petani atau produsen di pedesaan, dan pekerjaan sambilan lainnya adalah menanam buah yang hanya panen musiman, serta menjadi kuli.

“Petani yang produksi itu ada yang dijual langsung, ada yang dijual ke tangan kedua atau toko yang kerap kena razia lantaran dianggap sebagai penyebab kematian dari minuman oplosab,” imbuh Adi.

Berdasarkan data FPPMBI, jumlah petani dan produsen MBT di Jawa Timur dan Bali sekitar 500 petani. Setiap petani mampu memproduksi sekitar 30 liter tuak atau arak per hari. Setiap 250 ml dijual seharga rata-rata Rp1.000 dengan keuntungan Rp250/250 ml. Artinya, para petani tersebut mampu mendapatkan untung Rp1.000/liter arak atau tuak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Peni Widarti
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper