Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KELAPA SAWIT: Indonesia Perlu Belajar dari Malaysia

Indonesia perlu belajar banyak dari Malaysia dalam pengelolaan kebun kelapa sawit dan gambut sehingga lahan lebih produktif dan tidak menimbulkan kebakaran.
Buah kelapa sawit/Antara
Buah kelapa sawit/Antara

Bisnis.com, MAKASSAR -  Juru bicara Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Tofan Mahdi mengatakan Indonesia perlu belajar banyak dari Malaysia dalam pengelolaan kebun kelapa sawit dan gambut sehingga lahan lebih produktif dan tidak menimbulkan kebakaran.

Tofan Mahdi mengemukakan hal itu di Jakarta, Minggu, setelah mengikuti Workshop Studi Pengelolaan Gambut Yang Baik di Tropical Peat Research Laboratory Unit di Sarawak, Malaysia, pada 22 hingga 27 Februari 2016 bersama sejumlah wartawan dan akademisi.

"Latar belakang dari workshop dan studi lapangan ke Malaysia ini merupakan inisiatif bersama antara GAPKI dan Direktur Tropical Peat Research Laboratory Unit, Dr Lulie Melling, agar tata kelola sawit dan gambut di Indonesia bisa lebih baik," katanya.

Tofan mengatakan pemerintah Malaysia telah mendirikan Tropical Peat Research Laboratory Unit sebagai bukti keseriusan pemerintah negara tersebut dalam pengelolaan sawit karena komoditas ini telah memberikan devisa yang besar bagi negara untuk kesejahteraan masyarakat.

Dalam presentasi dan penjelasan kepada wartawan, Dr Lulie Melling mengatakan laboratorium riset gambut di Kuching, Negara Bagian Sarawak, berdiri diatas lahan seluas 50 hektare dengan 10 hektare diantaranya merupakan bangunan yang menjadi pusat riset.

Saat bencana asap beberapa waktu lalu, pembakaran gambut sering dituding sebagai penyebabnya, sedangkan di Malaysia pembakaran diatur waktunya menyesuaikan musim setelah kayu-kayunya dikumpulkan. Denda sekali pembakaran 20 ribu Ringgit Malaysia.

Untuk pembukaan ladang baru dan menanam kembali dari lahan yang sudah ada mereka melakukan pemadatan tanah dengan menggunakan eskavator sehingga gambut menjadi padat, lahan menjadi lebih produktif dan tidak mudah terbakar.

Produktivitas lahan sawit di Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan Malaysia. Apabila lahan sawit di Indonesia menghasilkan 24 ton per hektare, sedangkan di Malaysia mampu menghasilkan 40 ton per hektare.

"Ini merupakan bukti keseriusan pemerintah Malaysia yang perlu dicontoh. Melalui kunjungan ke laboratorium riset gambut dan kunjungan ke perkebunan kelapa sawit di Malaysia akan memperkaya pengetahuan kita bagaimana pengelolaan sawit dan gambut yang baik," katanya.

Tofan Mahdi mengatakan Indonesia dan Malaysia mempunyai tantangan yang sama dalam mengelola lahan sawit yakni kritikan yang dilakukan LSM dalam negeri dan luar negeri.

"Kampanye negatif terhadap sawit terjadi setelah sawit menguasai produksi minyak nabati dunia. Pada 2014, minyak sawit menguasai 41 persen, minyak rapessed (tumbuhan rapa yang diambil biji-nya) 18 persen, minyak kedelai 31 persen dan minyak bunga matahari 10 persen," katanya.

Tofan mengatakan sejumlah isu digulirkan dalam kampanye negatif tersebut mulai dari isu kesehatan kemudian bergeser ke isu lingkungan lalu sosial konflik, deforestasi hutan dan masih banyak lagi isu untuk menyerang sawit.

"Indonesia dan Malaysia merupakan penghasil terbesar minyak sawit dunia. Indonesia menghasilkan 31,5 juta ton Crude Palm Oil (CPO) per tahun dan Malaysia 20 juta ton per tahun. Indonesia menguasai 53 persen pangsa CPO dunia, Malaysia 33 persen dan sisanya negara lain," katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Martin Sihombing
Sumber : ANTARA
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper