Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral belum mengoreksi target produksi siap jual atau lifting kendati harga minyak mengalami penurunan.
Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan, hingga saat ini pihaknya belum berencana mengoreksi target lifting tahun ini.
Menurutnya, meski target tahun lalu juga belum terlampaui, tindakan mengubah target belum dibutuhkan, karena dianggap masih aman.
Pada 2015 target lifting minyak hanya menyentuh 94% yaitu 777.560 barel per hari (bph) dari target 825.000 bph. Pada tahun ini, target yang dibuat lebih tinggi, yaitu 830.000 pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016.
"Sampai saat ini kita tidak akan koreksi lifting, karena tahun lalu juga melesetnya hanya sedikit," ujarnya dalam jumpa pers di Direktorat Ketenagalistrikan Jakarta, Jumat (19/2/2016).
Sebelumnya, Kepala Humas Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Elam Biantoro mengatakan, pemerintah seharusnya bisa segera memberi insentif kepada KKKS.
Hal ini karena, ongkos produksi beberapa KKKS telah melampaui harga keekonomian yang hanya di kisaran US$30 per barel.
Sebagai contoh dia menyebut PT Sele Raya yang memiliki ongkos produksi sebesar US$47 per barel dan PT EMP Tonga dengan US$45 per barel yang sudah berhenti beroperasi.
"Sele Raya itu US$47 biaya produksinya tapi masih jalan, Tonga US$45 makanya dia enggak berproduksi. Seharusnya Pemerintah 'infus' KKKS yang lagi sakit ini dengan insentif," katanya.
Dari data SKK Migas, rata-rata produksi pada Februari 2016 berada di atas 830.000 barel per hari. Pada Januari 2016 826.000 bph dan Februari 2016 sebesar 840.099 bph.