Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Freeport & Kegusaran Pemilik Tanah Adat

Mereka termasuk kelompok yang gusar, meminta pemerintah Indonesia untuk mengizinkan PT Freeport Indonesia segera melakukan ekspor.
Museum Freeport di ketinggian 4.285 dari permukaan laut. /Bisnis
Museum Freeport di ketinggian 4.285 dari permukaan laut. /Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah orang mengaku sebagai perwakilan tujuh suku di Papua, yakni Amungme, Kamoro, Dani, Damal, Mee, Ddunga dan Moni.

Mereka termasuk kelompok yang gusar, meminta pemerintah Indonesia untuk mengizinkan PT Freeport Indonesia segera melakukan ekspor.
Pasalnya, apabila Freeport Indonesia tidak bisa mengekspor dan tidak mendapat pemasukan, maka ribuan pekerja asli Papua di perusahaan asal Amerika Serikat itu terancam terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

Silas Natkime, seorang ‘senior’ dari Suku Amungme Papua menyatakan bahwa perusahaan tambang itu sudah berjasa memperbaiki dan menghidupi masyarakat Papua, membantu orang Papua mulai dari pendidikan, kesehatan, dan lain-lain.

Pihaknya meminta ada perubahan kebijakan pemerintah dan perusahaan Freeport bagi orang Papua. Menurutnya saat ini Freeport Indonesia telah dihancurkan oleh kepentingan politik dan justru bukan kepentingan ekonomi dan bisnis. Bahkan, elemen pemerintah di anggap saling menghancurkan satu sama lain, dengan meminta Freeport berhenti beroperasi di Papua.

"Kami sebagai orang Papua dan pemilik tanah adat, sudah berpuluh-puluh tahun dengan Freeport. Kami tetap mendukung Freeport 100% beroperasi di Papua, tetapi kami juga tidak mendukung negara lain," tutur Silas.

Dia berharap Presiden Joko Widodo segera  memperpanjang izin ekspor, dan bahkan mendukung untuk terus dilanjutkannya kontrak karya PT Freeport Indonesia.

"Saya dengan hormat meminta kepada Presiden Joko Widodo untuk melanjutkan kontrak karya dan izin ekspor di perpanjang hari ini. Karena kalau tidak, dari total 33.000 pekerja tersebut, sekitar 20% di antaranya adalah karyawan asli Papua akan terancam PHK," ujarnya.

Di sisi lain, Silas mengaku saat ini dirinya masih mengharapkan segera menerima pembayaran utang penggunaan tanah adat ulayat dari PT Freeport Indonesia yang telah mencapai hampir Rp300 triliun, di 14 lokasi tambang yang tersebar di Papua tersebut!.

PROSES REALISASI

Senior Advisor to President Director PT Freeport Indonesia, Simon Morin mengatakan, pembangunan smelter di Jawa Timur sedang dalam proses pembahasan dan realisasi. "Ini deal yang sedang berlangsung," ujarnya.

Namun, hal yang mengejutkan adalah ketika pemerintah Indonesia mewajibkan PT Freeport Indonesia membayarkan uang jaminan sebagai bukti kesungguhan membangun smelter, sebesar US$530 juta sebagai syarat perpanjangan izin ekspor.

"Ini kan berarti dilema seperti ayam dan telur, karena tanpa ekspor maka perusahaan tidak bisa membiayai capex, seperti untuk proyek smelter dan lain-lain. Ini dilematis," ujarnya.

Pihaknya juga menilai kebijakan tersebut justru akan mengancam keberlangsungan sekitar 7.000 karyawan asli Papua saat ini yang terancam terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) lantaran Freeport Indonesia tidak lagi melakukan ekspor.

"Karena para pekerja lokal ini, mereka ini bekerja pada level yang rentan untuk di PHK," ujarnya.

Menurutnya memang harus ada kebijakan nasional yang perlu ditindaklanjuti, tetapi ini juga harus ingat bahwa di sini masih juga terdapat kepentingan daerah, dan menjaga ketersediaan lapangan kerja adalah juga merupakan tugas nasional yang harus dipertimbangkan juga.

"Selain ancaman PHK, pembangunan sosial di sana juga akan terganggu, karena selama ini ada dua rumah sakit yang melayani warga secara gratis," ujarnya.

Simon tidak ingin terjadinya PHK tersebut justru menambah penderitaan warga Papua, yang notabene, masih dianggap cukup miskin di tataran nasional saat ini. ()


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Fatkhul Maskur
Sumber : Bisnis Indonesia, Jumat (5/2/2016)
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper