Bisnis.com, JAKARTA - Perum Bulog akan memperkuat fungsi sebagai lembaga negara yang bertugas menjaga ketersediaan, keterjangakauan, dan stabilisasi bahan pangan pokok dengan memperkuat instrumen dan infrastruktur lembaga tersebut.
Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti mengatakan salah satu yang menjadi fokus target Perum Bulog untuk tahun ini yaitu tercapainya pengadaan gabah dan beras sebanyak total 4 juta ton untuk memastikan ketersediaan pangan di tengah ketidakpastian iklim global.
Pencapaian target penyerapan beras dan gabah juga menjadi fokus Bulog mengingat pada tahun-tahun sebelumnya target kerap tidak tercapai. Pada 2015 misalnya, Bulog menyerap total 3,2 juta ton beras atau sekitar 73% dari target tahun tersebut.
"Upaya optimal yang kami lakukan semester lalu ternyata belum mampu membuat target penyerapan tercapai. Kami hanya mampu menyerap 3,2 juta ton beras atau 73% dari target dan penyalurannya 3,2 juta ton, hanya 86% dari target," ungkap Djarot dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (21/1).
Meski demikian, Djarot mengatakan ada beberapa catatan yang masih menjadi tantangan Bulog dalam melakukan penyerapan beras tahun ini.
Pertama, soal ketidakpastian fenomena iklim yang secara langsung akan berdampak langsung pada kinerja produksi gabah dan beras di dalam negeri sehingga memengaruhi angka pengadaan Perum Bulog. Hari ini el nino belum selesai, ke depan akan ada la nina. Ini bukan pekerjaan mudah, katanya.
Kedua, penetapan harga pembelian pemerintah (HPP) yang masih dipatok hnya satu harga. Padahal, harga beras sepanjang tahun amat fluktuatif, tergantung pada musim tanamnya. Untuk itu, Djarot mengaku tengah mengajukan fleksibilitas harga beli Bulog.
Djarot mengatakan dia telah mengajukan fleksbilitas pembelian hingga 10% di atas HPP yang ditetapkan pemerintah. Adapun, HPP beras yang diatur dalam Inpres nomor 5 tahun 2015 yaitu Rp7.300. Menurutnya, HPP tersebut hanya sesuai untuk penyerapan beras di musim panen raya.
Kalau saat panen raya, harga itu cukup untuk menyerap beras, karena beras banyak. Tapi kalau saat musim panen gadu, beras sedikit, harganya mahal, maka kami perlu fleksibilitas untuk dapat melakukan penyerapan, jelas Djarot. Menurutnya, fleksibilitas 10% merupakan tingkat kenaikan beras pada umumnya antara musim panen raya ke musim panen gadu.
Ketiga, persoalan infrastruktur. Djarot menyampaikan selama ini ketiadaan infrastruktur membuat Bulog terbatas dalam melakukan fungsi penyerapan. Dia mencontohkan, Bulog tidak dapat menyerap beras petani langsung karena kadar airnya tinggi, sedangkan Bulog tidak memiliki mesin pengering.
Terkait infrastruktur, Direktur Keuangan Perum Bulog Iryanto Hutagaol menyampaikan lembaga itu akan bergantung pada dana penyertaan modal negara (PMN) untuk dapat menggenjot realisasi pembangunannya.
Bulog telah menyusun rencana pembangunan infrastruktur senilai Rp2,6 triliun saat PMN telah disalurkan. Tapi kami sudah canangkan [dari biaya internal] sebesar Rp561 miliar untuk tahun ini. Kalaupun PMN masuk, itu realisasinya pada akhir tahun ini atau 2017, terang Iryanto.
Beberapa infrastruktur yang kini tengah dirintis Bulog misalnyadrying centre, rice milling unit (RMU)yang modern, dancold storage.