Bisnis.com, JAKARTA--Pengembangan kawasan terpadu atau superblok yang mengintegrasikan fungsi hunian, ritel, perkantoran, sarana pendidikan, dan pusat kesehatan idealnya menjadi solusi permasalahan lalu lintas. Pasalnya, penghuni dapat memenuhi kebutuhannya di berbagai tempat cukup dengan berjalan kaki.
Namun, keberadaan superblok di per kotaan kini mulai dipertanyakan, karena justru menambah beban kemacetan lalu lintas. Belum lagi masalah lingkungan yang ditimbulkan, seperti penggunaan air tanah secara besar-besaran, sehinga mengganggu suplai ke wilayah sekitar.
Dari sudut pandangan budaya, pembangunan properti terpadu tersebut juga dinilai menepikan Bahasa Indonesia. Misalnya penggunaan nama atau konsep seperti river side ataupun water front city. "Padahal Itu hanya sebelahnya sungai, atau lokasinya di depan pantai," ujar Anggota Komisi V DPR RI Sigit Sosiantomo kepada Bisnis.com, Selasa (22/12/2015).
Selain itu, superblok sebagai pusat hunian kerap tidak mengindahkan eksistensi Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW). Seharusnya, keberadaan pranata sosial tersebut sangat penting karena mencerminkan sikap masyarakat Indonesia yang guyub dan gotong royong.
Menurut Sigit, kota sebagai mesin pertumbuhan jangan hanya mengedepankan sisi ekonomi, tetapi juga sosial, budaya, dan lingkungan. Dia khawatir pengembangan perkotaan yang semakin marak dengan konsep kawasan terpadu salah sasaran dan malah tidak mengatasi persoalan.
Sedangkan ide awal superblok yang digagas arsitek asal Perancis, Le Corbusier, berusaha menjawab persoalan lalu lintas, karena menyatukan fungsi setiap bangunan dalam satu area dengan jarak yang berdekatan.
Pertumbuhan dan perkembangan kota sudah seharusnya diantisipasi semua pemangku kepentingan. Oleh karena itu, pemerintah, DPR, dan juga pelaku usaha perlu membentuk sebuah kota yang berkarakter Indonesia.
Atas dasar pertimbangan dari sisi sosial, budaya, dan lingkungan terhadap maraknya pembangunan superblok yang ada serta yang akan datang, Sigit bersama anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera atau PKS mengusulkan adanya Rancangan Undang-Undang tentang Pengelolaan dan Penataan Kawasan Terpadu.
Dia menambahkan pengelolaan dan penataan bukan berarti anti terhadap pembangunan kawasan terpadu, tetapi mengarahkan agar pengembangan ke depannya lebih baik.
"Kami melihat, ini harus ada penataan. dan penataan bukan berarti anti, penataan itu justru bertujuan lebih baik. Mudah-mudahan akhirnya inisiatif superblok bukan hanya menjadi dari private sektor, tetapi juga inisiatif publik dan pemerintah," jelasnya.
Adapun usulan RUU ini belum sampai kepada Komisi V, karena pembahasan masih dilakukan secara internal dengan melibatkan pakar, pemerintah, dan pemangku kepentingan lainnya. Sigit pun mengundang pelaku usaha, khususnya pengembang untuk berdiskusi lebih lanjut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Hafiyyan
Editor : Yusuf Waluyo Jati
Topik
Konten Premium