Bisnis.com, JAKARTA--Pemerintah diminta memberi kesempatan pemegang izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK) untuk tetap beroperasi dan melaksanakan rehabilitasi penanaman pada lahan bekas kebakaran yang ada di dalam konsesi.
Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Rahardjo Benjamin mengatakan lahan bekas kebakaran berpotensi menjadi areal terbuka yang kembali bisa menjadi sumber api. Pemerintah bisa melakukan pengawasan ketat agar pelaksanaan penanaman transparan.
“Sementara untuk areal dengan tingkat kerawanan sosial tinggi, kegiatan penanaman bisa dilakukan dengan kegiatan kemitraan antara masyarakat dan perusahaan pemegang izin,” katanya saat bertemu dengan Ketua Dewan Perwakilan Daerah Irman Gusman di Jakarta, Senin (14/12/2015) melalui pernyataan tertulis.
Setelah bencana kebakaran hutan dan lahan pada Agustus-Oktober 2015 lalu, pemerintah memberikan sanksi sejumlah perusahaan dengan membekukan izin usahanya meski kebakaran terjadi karena faktor eksternal berupa aktivitas di areal terbuka dan kawasan yang dirambah. Akibat sanksi tersebut saat ini sekitar 1 juta hektare lahan tidak dapat dioperasikan.
Sampai saat ini tidak ada kepastian kapan pembekuan izin dicabut meski perusahaan telah mengupayakan untuk memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
Selain sanksi pembekuan, pemerintah juga bereaksi dengan tidak mengizinkan penyiapan lahan baru untuk penanaman pada lahan gambut, sementara lahan eks kebakaran diambil alih pemerintah. Ketentuan ini rencananya akan dituangkan dalam bentuk peraturan pemerintah.
Kebijakan pemerintah tersebut dinilai telah menimbulkan ketidakpastian usaha dan ketidakpastian hukum bagi pemegang izin kehutanan yang telah berinvestasi sesuai dengan luasan areal dan masa konsesi izin.
Menurut dia, dampaknya bisa serius, berupa turunnya pasokan bahan baku industri, terutama serpih dan bubur kayu.
“Jika dibiarkan kondisi pembekuan ini berlarut, maka ada ketidakpastian iklim investasi yang akhirnya bisa menimbulkan gejolak karena banyak karyawan yang harus bekerja,” ujarnya.