Bisnis.com, PEKANBARU - Pemerintah diminta untuk menyetop perizinan perluasan usaha perkebunan sawit dan akasia di lahan gambut.
Akademisi Universitas Riau meminta pemerintah menghentikan perizinan baru atau ekpansi perusahaan perkebunan sawit dan akasia untuk menghentikan bencana kabut asap yang sudah menjadi agenda tahunan selama 18 tahun.
Direktur Pusat Studi Bencana yang juga ahli gambut Universitas Riau Haris Gunawan mengatakan kabut asap yang kian parah pada 2015 ini disebabkan oleh ekspansi perkebunan sawit dan akasia, ditambah lagi dengan anomali cuaca akibat El Nino yang membuat musim kemarau kian panjang.
“Kalau ingin kabut asap ini tidak datang lagi, satu kuncinya, hentikan ekspansi perkebunan sawit dan akasia di lahan gambut, tidak ada lagi pembukaan lahan bagi kedua komoditas perkebunan itu,” katanya kepada Bisnis, Minggu (25/10/2015).
Haris mengatakan saat ini akibat ekspansi perkebunan sawit dan akasia secara berlebihan, manusia sendirilah yang mengundang munculnya kabut asap karena kebakaran lahan dan hutan akibat gambut dikeringkan.
Selain itu, menurut data yang dimiliki lembaganya, sebagian besar lokasi perusahaan perkebunan sawit dan akasia yang memegang izin konsesi saat ini posisinya berada pada kubah atau mahkota gambut, yang bila wilayah itu mengering akan berdampak buruk pada gambut di sekitarnya.
Padahal menurut Haris, karakteristik lahan gambut adalah lahan yang basah, sehingga bila telah mengering akan menyebabkan risiko terjadinya ketidak seimbangan alam seperti bencana banjir yang disebabkan lahan gambut menjadi cekung akibat telah dikeringkan sebelumnya.
“Itu risiko lanjutannya selain kebakaran lahan, yaitu menimbulkan banjir, hilangnya daerah tempat tinggal beragam kekayaan flora fauna asli gambut, dan yang sangat buruk nantinya ke depan akan mengganggu cadangan air tanah atau air bersih,” katanya.
Untuk menghindari risiko tersebut, pemerintah menurut Haris memang harus tegas dan melaksanakan moratorium ekpansi perusahaan perkebunan sawit dan akasia, dengan cara tidak lagi mengeluarkan izin baru bagi kedua komoditas perkebunan tersebut.