Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Soal Kebijakan Pengupahan, Pengusaha Percayakan ke Pemerintah

Kalangan pengusaha menyambut baik paket kebijakan ekonomi jilid IV yang baru dirilis pemerintah pusat tentang ketenagakerjaan salah satunya fokus pada pengupahan.
Ilustrasi
Ilustrasi

Bisnis.com, BANDUNG - Kalangan pengusaha menyambut baik paket kebijakan ekonomi IV yang baru dirilis pemerintah pusat tentang ketenagakerjaan yang salah satunya fokus pada pengupahan.

Komisaris PT Yudistira Utama Indonesia Dedy Widjaja menyatakan sepenuhnya menyerahkan cara perhitungan pengupahan kepada pemerintah pusat.

"Pokoknya masalah pengupahan kami sangat percayakan ke pemerintah, karena kami yakin pemerintah tidak akan menyengsarakan rakyatnya," ujarnya, Minggu (18/10/2015).

Dia menjelaskan cara perhitungan pengupahan merupakan instrumen untuk menjaga daya saing sektor usaha di Indonesia dengan negara di Asean terutama dengan Thailand dan Malaysia.

Menurutnya, regulasi yang ditetapkan pemerintah harus dijalankan dengan baik dan tidak perlu dijadikan polemik berkepanjangan setiap tahunnya. Kendati demikian, pada akhirnya sistem pengupahan selalu diselesaikan secara bipartit antara pekerja dan pengusaha.

"Akhirnya banyak perusahaan yang menyelesaikan secara bipartit. Karena pada intinya perusahaan sudah banyak yang tidak kuat dengan kenaikan upah dari tahun ke tahun," ungkapnya.

Sementara itu, Direktur Utama PT Satya Sumba Cemerlang Satya Natapura mengungkapkan sejak 2 tahun terakhir kondisi industri tekstil Majalaya di Kabupaten Bandung terus melemah akibat tingginya biaya produksi, terlebih terjadi pelambatan ekonomi nasional pada tahun ini.

Dengan kondisi tersebut, perusahaannya terpaksa harus merumahkan 40% karyawannya atau sebanyak 115 karyawan mulai dari tenaga operasional/teknis sampai level manajer. 

Dia mengaku tidak mengetahui sampai kapan perusahaannya akan kembali mempekerjakan karyawannya yang dirumahkan tersebut, karena masih menunggu kondisi perekonomian kembali pulih.

"Kami sengaja merumahkan pekerja karena pesanan dan produksi berkurang, serta tidak menjadi beban bagi perusahaan. Kalau PHK bebannya tinggi," ungkapnya.

Menurut dia, dalam kondisi seperti ini industri padat karya menjadi industri yang terkena pukulan telak. Meski begitu, ada perbedaan antara krisis 1998 di mana ekspor barang tekstil masih bisa digenjot karena menguntungkan.

"Tapi sekarang harga minyak turun drastis yang menyebabkan daya beli global melemah," jelasnya.

Dihubungi terpisah, Chief Executive Officer (CEO) Perisai Group Perry Tristianto mengatakan persoalan upah hingga kapanpun akan terus terjadi meskipun dibuatkan skema baru dalam penetapannya. 

Oleh karena itu, dirinya menyarankan agar para pengusaha lebih kreatif dalam menyikapi upah agar kepentingan buruh terpenuhi dan pengeluaran perusahaan pun terjaga dengan baik.

Menurut dia, pembahasan upah buruh yang senantiasa diributkan setiap akhir tahun tidak akan terjadi apabila pengusaha mampu membaca perkembangan daerah sekitar perusahaannya beroperasi.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper