Bisnis.com, JAKARTA - Persoalan yang melilit sektor pertanian pada tahun ini tidak berbeda jauh dengan tahun-tahun sebelumnya. Model pembangunan pertanian juga tidak banyak perubahan. Misalnya, pemerintah masih terus berambisi untuk mencapai swasembada pangan.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman juga masih fokus mengejar swasembada padi, jagung, dan kedelai. Bagaimana dengan kebijakan anggaran pertanian pada tahun depan?
Dalam anggaran 2016 yang diajukan Kementerian Pertanian melalui Komisi IV DPR RI, Amran masih mengedepankan capaian swasembada pangan. Amran memulai penjelasannya tentang upaya percepatan pencapaian swasembada pangan dengan beberapa hal yang sudah dilakukannya seperti refocusing anggaran dan kegiatan, program-program upaya khusus (upsus) hingga mengklaim sistem lelang jabatan dilakukan secara transparan.
Dia mencatat beberapa hasil dari ‘reformasi’ di tubuh Kementan yang telah diterapkannya misalnya ketepatan waktu penyaluran pupuk dan alat mesin pertanian (alsintan), produksi tujuh komoditas utama pangan meningkat, impor menurun, sinergitas meningkat, serta minimalisasi risiko puso (gagal panen).
“Di samping kebijakan tersebut memberikan hasil yang baik, upsus percepatan swasembada pangan yang kami lak sanakan pun memberikan dampak positif terhadap upaya peningkatan produksi pangan,” ujar Amran percaya diri.
Amran mengajukan anggaran untuk ke men teriannya Rp32,8 triliun. Fokusnya tak lain adalah percepatan swasembada pangan. Angka tersebut merupakan yang ter besar kesepuluh di antara kementerian dan lembaga lainnya.
Beberapa program yang diajukan misalnya perluasan sawah 200.000 hektare, rehabilitasi irigasi, pembangunan Toko Tani Indo nesia (TTI), optimasi lahan 275.000 ha, pembangunan gudang penyimpanan, dan pengetatan regulasi impor.
Di balik segala bukti yang menunjukkan keberhasilannya, salah satu komentar ang gota Komisi IV DPR RI mencuri per hatian. Katanya, bukan seberapa besar anggaran yang diberikan, tapi seberapa besar anggaran itu bermanfaat bagi petani.
Dalam sebuah perbincangan Bisnis bersama Pengamat Pertanian yang juga me ru pa kan Guru Besar Universitas Negeri Lampung Bustanul Arifin beberapa waktu lalu, Bustanul sempat menyebut indikator kesejahteraan petani yang paling mudah di ana lisis adalah nilai tukar petani (NTP). NTP yaitu rasio antara biaya yang di keluarkan petani dengan yang diterimanya.
Nah, NTP inilah yang sepanjang panen raya kemarin justru menunjukkan penurunan. Artinya, kesejahteraan petani turun saat dia justru memegang hasil panen. Harga produk pertanian saat panen raya cenderung turun, karena pasokan sedang berlebih.
Bustanul mengatakan, tidak hanya NTP petani tanaman pangan, tetapi juga petani perkebunan dan peternak unggas. Kendati pergerakannya fluktuatif, NTP Peternak sapi rakyat menunjukkan kondisi stabil.
“Kan kalau dia [petani] panen harga tertekan sedikit sehingga harga yang dibayarkan lebih murah, sedangkan pengeluarannya lebih mahal karena inflasi. NTP itu yang perkebunan dan hortikultura juga turun,” kata Bustanul.
Masih lekat diingatan beberapa waktu lalu, Amran pun menggembar-gemborkan bahwa Presiden Joko Widodo telah ‘merestuinya’ untuk memberikan anggaran hingga Rp45 triliun. Kala itu, saat mengunjungi daerah-daerah, Amran pun mengumbar harapan anggaran yang fantastis tersebut.
Fakta selanjutnya justru berbalik. Dalam nota keuangannya, Jokowi menyampaikan alokasi Kementan untuk tahun depan dianggarkan Rp32 triliun.
Padahal, dalam raker anggaran sebelum nya yang dilaksanakan KementanKomisi IV DPR RI pada 8 Juni 2015 lalu, Amran mengajukan program-program yang jika diakumulasikan, membutuhkan dana sebanyak Rp45,01 triliun.
Alhasil, beberapa pengajuan anggaran prog ram pun direvisi. Impor sapi indukan misalnya, dari target awal 200.000 ekor, ter paksa ditekan hingga 5.000 ekor pada tahun depan.
Benar bahwa swasembada pangan sangat penting. Namun, ada unsur yang lebih penting yaitu manusianya yaitu kesejahteraan petani.
Swasembada bukan lagi pekerjaan mem besar-besarkan anggaran. Rezim Amran Sulaiman akan lebih kekal di ingat an saat para petani kita memiliki daya tawar tinggi atas produksinya sendiri.