Bisnis.com, JAKARTA-- Krisis ekonomi yang terjadi pada 1998 membuat sebagian masyarakat Indonesia waspada terhadap gejolak ekonomi saat ini.
SIMAK: KAMPUNG PULO DIRELOKASI: Banyak Warga DarahTinggi & Stres
Pengamat ekonomi, Telisa Aulia Falianty, mengatakan hal itu wajar terjadi lantaran masyarakat sudah pernah mengalami krisis sebelumnya.
BACA JUGA: Bayar Rp2,8 Juta, Anda Bisa Berenang Bersama Anak Macan
"Masyarakat semakin waspada dan sadar," kata ekonom dari Universitas Indonesia itu, Selasa (25/8/2015).
SIMAK: Razia Rumah Kos, 13 Cewek Tertangkap Pakai Narkoba
Kendati demikian, Telisa menganggap situasi sekarang belum masuk kategori krisis. Sebab, dari sisi fundamental ekonomi, menurut Telisa, situasi Indonesia saat ini sudah lebih baik dibandingkan 1997-1998.
BACA JUGA: TOL LAUT: Papua, Sorong Pelabuhan Utama
"Kalau dulu, kan, krisisnya terjadi di Asia, sekarang global," ucapnya.
Akibat tekanan global, Telisa melanjutkan, Indonesia mengalami perlambatan ekonomi. Namun, melemahnya nilai tukar rupiah yang sudah menyentuh level Rp14 ribu per dolar Amerika Serikat itu lebih banyak dipicu kondisi eksternal.
“Selama bank sentral Amerika Serikat belum memberikan kejelasan seputar suku bunganya, rupiah bakal terus bergerak naik-turun,” ujar Telisa.
Kerja Keras
Telisa mengingatkan, pemerintah tidak bisa terus-menerus menenangkan masyarakat. Untuk menurunkan sentimen negatif seputar krisis, Presiden Joko Widodo harus bekerja lebih keras lagi dan segera merealisasikan anggaran belanja yang saat ini masih kecil. "Kebijakan moneter dan fiskal belum cukup kuat, harus ada terobosan lain," tuturnya.
Pada level internasional, Telisa menambahkan, sebagai negara anggota forum G-20, Indonesia semestinya bisa berbuat banyak untuk meredam gejolak ekonomi.
"Setidaknya di kawasan Asia Tenggara dulu, misalnya," katanya.
Sedangkan pada level domestik, sekarang merupakan waktu yang tepat untuk mendorong dan memanfaatkan produk lokal.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro juga menegaskan pelemahan perekonomian saat ini masih dalam porsi yang sehat. Kekhawatiran terjadinya krisis seperti tahun 1998 pun masih jauh dari kenyataan.
Bambang merujuk pada indeks inflasi 2 persen dan pertumbuhan 4,7 persen saat ini yang sehat, berbanding terbalik dengan tahun 1998 yang minus hingga belasan persen.