Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

IMPOR PAKAIAN BEKAS: PMK 132/25 Tidak Perlu Direvisi

Dirme standardisasi dan Pelrindungan konsumen Kemendag Widodo menilai pemerintah tidak perlu mervisi PMK tentang bea masuk pada impor pakaian bekas
Petugas Kanwil Bea dan Cukai Jatim I memeriksa barang bukti berupa Ball Pressed ilgal yang berisi pakaian bekas layak pakai impor ilegal, di Surabaya, Jawa Timur, Senin (12/1/2015)./Antara-Suryanto
Petugas Kanwil Bea dan Cukai Jatim I memeriksa barang bukti berupa Ball Pressed ilgal yang berisi pakaian bekas layak pakai impor ilegal, di Surabaya, Jawa Timur, Senin (12/1/2015)./Antara-Suryanto

Bisnis.com, JAKARTA – Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Kementerian Perdagangan Widodo menilai pemerintah tidak perlu merevisi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/2015 yang mengenakan bea masuk pada impor pakaian bekas.

Pakaian bekas dan barang bekas lainnya dengan pos tarif 6309.00.00.00 menjadi salah satu jenis barang yang dikenakan bea masuk sebesar 35% pada Perauran Menteri Keuangan (PMK) 132/2015. Padahal pada 9 Juli lalu, Kementerian Perdagangan telah mengeluarkan larangan impor barang dengan pos tarif tersebut.

Menurutnya, permasalahan bea masuk pada pakaian bekas tersebut bukan merupakan timpang tindih regulasi. Bisa jadi, pengenaan bea masuk tersebut menjadi antisipasi jika ada perubahan kebijakan di masa yang akan datang.

“Kalau sekarang dilarang diimpor berarti tetap tidak boleh ada yang masuk, meski ini diatur di PMK. Ada ketentuan impor yang terkait dengan bahwa impor dengan keadaan tidak baru diperbolehkan sepanjang memperoleh persetejuan dari menteri, tetapi kalau dia tidak mendapat persetujuan dari menteri dia tidak boleh masuk.”

Sejauh ini pun, pemerintah belum memberi persetujuan impor sehingga impor produk pakaian bekas pun tidak bisa diberlakukan. Adapun, mengenai sinkronisasi regulasi, menurutnya biasanya dilakukan untuk Peraturan Perpres yang memang harus dilakukan harmonisasi antara kementerian dan atau lembaga dengan diprakarsai oleh Kementerian Hukum dan HAM.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper