Bisnis.com, BOGOR - Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) R.J. Lino memaparkan tiga strategi untuk meningkatkan kinerja sektor pelabuhan, maritim, dan logistik di Tanah Air.
Di sela-sela peresmian IPC Corporate University, Lino menuturkan salah satu faktor utama rendahnya produktivitas di pelabuhan adalah belum optimalnya operasional alat bongkar muat kontainer.
Di Indonesia, bongkar muat kontainer masih sekitar 10 boks per jam, padahal kemampuan crane mencapai 25-30 boks per jam. "Untuk meningkatkan ini diperlukan effort yang besar karena berkaitan dengan orang bukan mesin," ujar Lino, Selasa (5/5/2015).
Sebagai contoh, lanjutnya, Jakarta International Container Terminal (JICT) membutuhkan waktu lebih dari 10 tahun untuk meningkatkan produktivitas dari 14 boks per jam pada 1999 menjadi 25 boks per jam pada 2009.
"Faktor kedua, shipping network kalau diubah dari point to point saat ini menjadi hub seperti konsep tol laut dapat menekan biaya hampir 50%," tuturnya.
Faktor ketiga, lanjut Lino, adalah tingginya harga bahan bakar minyak yang harus dibayar oleh perusahaan pelayaran dalam negeri. Menurut Lino, harga BBM yang dibayar perusahaan dalam negeri 98% lebih tinggi dibandingkan pelaku pelayaran Singapura.
BBM Pertamina dipatok US$589/ton, sedangkan di Singapura harganya US$297/ton. "BBM ini 60% dari total biaya," lanjutnya.
Menanggapi harga BBM Pertamina yang tinggi, Menteri BUMN Rini Soemarno mengatakan hal tersebut sedang dikaji pemerintah. Rini pun mengakui kilang-kilang Pertamina sudah sedikit tua, sehingga beroperasi dengan tidak efisien.
"Ini sedang kita lihat cost apa yang kita bisa turunkan, karena BBM Pertamina ini bukan hanya di pelabuhan tapi juga avtur di penerbangan. Kita harapkan tidak subsidi, masih tetap harapkan turunkan cost produksi," pungkas Rini.