Bisnis.com, JAKARTA– Pemerintah masih menjajaki diplomasi dengan pemerintah China terkait perubahan spesifikasi kandungan non-rubber untuk produk rubber compound yang diekspor ke negara tersebut. Perubahan aturan formulasi pada produk tersebut dinilai akan merepotkan para eksportir karet Indonesia.
Direktur Pengamanan Perdagangan Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengatakan saat ini pihaknya masih menunggu respons dari pemerintah China terkait perubahan spesifikasi rubber compound yang dibebaskan dari bea masuk.
Pada Januari lalu, pemerintah China mengubah besaran kandungan non-rubber untuk produk rubber compound yang dikenakan bea masuk 0% dari yang sebelumnya hanya 2% menjadi 12%. Dengan kandungan non-rubber di bawah 12%, maka produk karet yang masuk ke China akan dikenakan bea masuk sebesar 20%, sama besar dengan bea masuk untuk produk natural rubber.
“Edaran perubahan spesifikasi itu diberlakukan mendadak. Hal itu yang sedang kita upayakan, jangan China berlaku seperti itu. Kita sudah memberikan surat melalui kedutaan China, dan mereka merespon secara positif akan segera mengkonsultasikan di dalam dan sebagainya, tetapi sampai sekarang belum ada respon lagi,” kata Oke.
Saat ini, Kementerian Perdagangan masih melakukan konsolidasi, termasuk dengan para pelaku usaha terkait mengenai langkah selanjutnya yang akan dilakukan sambil menunggu respons dari pemerintah China.
Sementara itu, adanya perubahan formulasi yang mendadak tersebut, menurut Oke, kemungkinan disebabkan karena selama ini pemerintah China tidak mendapat bea masuk dari impor produk karet, terutama di tengah kondisi ekonomi global di mana semua negara mengejar pemasukan. Adapun, perubahan tersebut akan merugikan para eksportir Indonesia.
“Orang pasti berusaha yang 0% (bea masuk), kalau kandungannya non-rubber-nya hanya 2% tambahin saja karbon. Sekarang harus digedein karbonnya. Bukannya kita nggak bisa, tapi barang kan semua sudah set up untuk 2% – 3%Kalau naik mendadak gini kan semua kena bea masuk.”