Bisnis.com, JAKARTA--Sritex Group menyatakan pabrik serat rayon atau fiber senilai US$250 juta, setara dengan Rp3,2 triliun, yang akan beroperasi awal tahun depan dapat mengurangi komposisi impor bahan baku hingga 30%.
Iwan S. Lukminto, Presiden Direktur PT Sri Rejeki Isman Tbk., menyatakan pabrik baru milik Sritex Group, non-listed, dengan kapasitas produksi rayon fiber 80.000 ton per tahun dapat meningkatkan penggunaan bahan baku lokal pada SRIL hingga 80%.
Selama ini impor bahan baku SRIL mencapai 50%, pendirian pabrik rayon fiber ini bagian dari upaya kita mengurangi impor. Dengan demikian tersisa impor 20% untuk bahan katun yang belum bisa dibuat di dalam negeri akibat cuaca, ujarnya di Jakarta, Kamis (9/4/2015).
Proyek pembangunan pabrik rayon fiber di atas lahan seluas 100 hektare ini, menurutnya telah berlangsung dalam 1,5 tahun terakhir. Selama ini, sejumlah bahan baku yang digunakan oleh SRIL didatangkan dari Australia, Amerika Serikat, dan Brazil.
Hingga saat ini, tuturnya, Sritex Grup telah memiliki 11 unit pabrik yang memproduksi benang, kain jadi, dan garmen. Pertumbuhan perusahaan, selama ini dapat dipertahankan karena fokus menggarap pasar ekspor.
Terkait dengan sejumlah kenaikan tarif listrik yang dilakukan oleh pemerintah dalam beberapa waktu terakhir, menurutnya, perusahaan langsung menyesuaikan harga jual barang dengan ongkos produksi yang ikut naik.
Impor tetap kami jaga, tetapi kami terus meningkatkan ekspor. Harga barang langsung naik ketika harga listrik naik, walaupun tidak terlalu signifikan karena kontribusi listrik terhadap produksi hanya 2%-3%, katanya.
Pada tahun ini, lanjutnya, Sritex Group akan melakukan penambahan konsumen dari bidang fashion, benang, kain jadi dan pakaian seragam. Peningkatan penjualan berasal dari negara-negara Asia dan Amerika Serikat.
Direktur Industri Tekstil dan Aneka Kementerian Perindustrian Ramon Bangun mengatakan hingga saat ini Indonesia hanya memiliki dua unit perusahaan yang memproduksi rayon fiber, yaitu PT Indo Bharat Rayon dan PT Pacific Viscose.