Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sukses di Manufaktur, Jepang Ingin Dominasi Infrastruktur di RI

Investor Jepang menegaskan minat untuk menanamkan modal di sektor infrastruktur, terutama pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara yang diklaim berteknologi ramah lingkungan.
Proyek PLTU/Ilustrasi Bisnis
Proyek PLTU/Ilustrasi Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA - Investor Jepang menegaskan minat untuk menanamkan modal di sektor infrastruktur, terutama pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara yang diklaim berteknologi ramah lingkungan. 

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro melaporkan hasil kunjungan kerja ke Jepang pada 6-7 April 2015 kepada Presiden Joko Widodo. Salah satu, yang dilaporkan adalah minat investor Jepang untuk menggarap proyek infrastruktur di Tanah Air. 

"Saya juga sampaikan keinginan investor Jepang yang sangat besar di bidang infrastruktur. Praktis di setiap pertemuan baik dengan pejabat pemerintah dan swasta semuanya bicara peluang Jepang di infrasturktur," ungkapnya di Kompleks Istana Kepresidenan, Rabu (8/4/2015). 

Menurut Bambang, komitmen tersebut menggeser posisi Jepang sebagai investor produk-produk otomotif dan elektronik menjadi kontraktor proyek infrastruktur. 

"Kalau di masa lalu kan Jepang masuknya melalui produk, apakah mobil atau elektronik. Nah, sekarang mereka ingin lebih banyak masuk di bidang infrastruktur," katanya. 

Bidang infrastruktur yang dibidik Jepang, lanjut Bambang, adalah pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Bahkan investor Jepang meyakinkan Bambang bahwa teknologi PLTU Jepang merupakan teknologi ramah lingkungan. 

"Mereka bilang pembangkit listrik batu bara yang dibuat di Jepang itu sudah memenuhi persyaratan yang sifatnya clean technology, teknologi yang sudah ramah lingkungan," pungkasnya. 

Jepang merupakan negara yang paling banyak mengalirkan investasi langsung ke Indonesia. Berdasarkan data BKPM, realisasi investasi Jepang di Indonesia mencapai US$2 miliar pada Januari-September 2014. Adapun realisasi sepanjang 2010-2013 berturut-turut sebesar US$0,71 miliar pada 2010, US$1,5 miliar pada 2011, US$2,5 miliar pada 2012, dan US$4,7 miliar pada 2013.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ana Noviani

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper