Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Aturan Menteri Susi Bikin Hasil Tangkapan Ikan Nelayan Jabar Turun 20%

Akibat Peraturan Menteri Kelautan soal penggunaan alat penangkapan yang dinilai berbahaya seperti pukat, hasil tangkapan ikan berkurang 10%-20%. Hal itu otomatis mengurangi proses pengolahan ikan.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti./Antara-Joko Sulistyo
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti./Antara-Joko Sulistyo

 

Bisnis.com, BANDUNG—Industri pengolahan ikan di Jawa Barat saat ini tengah dalam dilema.

Akibat Peraturan Menteri Kelautan soal penggunaan alat penangkapan yang dinilai berbahaya seperti pukat, hasil tangkapan ikan berkurang 10%-20%. Hal itu otomatis mengurangi proses pengolahan ikan.

Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Jawa Barat Jafar Ismail mengatakan larangan penggunaan alat-alat yang dinilai berbahaya tersebut menyebabkan nelayan menjadi kekurangan bahan baku.

Hal tersebut terjadi di tiga daerah industri pengolahan ikan utama di Jabar yang meliputi Indramayu, Sukabumi, dan Pangandaran.

“Sementara ini solusinya memasok dari provinsi lain. Untuk ikan-ikan tertentu, kita bahkan mengimpor dari negara lain,” ujar Jafar kepada Bisnis, Senin (30/3/2015).

Jafar menuturkan solusi yang harus segera dilakukan sekarang yakni mengganti alat yang dilarang tersebut agar dapat beroperasi dengan efektif kembali.

Pasalnya, kebanyakan, para nelayan menggunakan alat tradisional yang dicap berbahaya tersebut.

Menurutnya, Menteri Kelautan menyarankan untuk menggunakan alat yang ramah lingkungan. Setelah dihitung, ada sekitar 5.000 unit peralatan yang harus diganti dan memakan biaya sekitar Rp1,4 triliun untuk semua alat tersebut.

“Kalaupun harus diganti butuh langkah tertentu yakni mengajarkan nelayan menggunakan alat baru tersebut. Mereka telah terbiasa dengan alat yang lama.”

Namun, Jafar mengatakan ternyata usulan penggantian sebagai solusi atas kesulitan ini belum ada tanggapan dari pemerintah pusat. Dengan kata lain, tidak ada penggantian.

“Ini menyulitkan, apa lagi kredit murah untuk meringankan penggantian alat tersebut belum ada,“ ujarnya.

Thomas Dharmawan selaku Ketua Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan (AP5I) mengatakan larangan penggunaan alat berbahaya oleh pemerintah juga dirasakan oleh petambak udang di daerah Pantura.

Dia mengaku hal tersebut sedikit mengurangi pemasokan karena menyebabkan kekurangan bahan baku di beberapa industri.

Namun, Thomas mengaku sebenarnya hasil tambak udang di Pantura saat ini terbilang bagus.

Dilihat dari segi produksi, hasil tambak udang terbilang lumayan. “Budidayanya pun cukup bagus untuk udang vaname maupun windu di Jabar,” ungkapnya.

Dari segi ekspor pun harusnya dapat sangat menguntungkan, karena dolar AS yang dinilai lumayan.

Apalagi saat ini hasil udang Thailand dan Vietnam menurun, sehingga ada kesempatan untuk udang Pantura.

Thomas mengaku belum melihat dampak pada pengolahan ikan selain udang.

Menurutnya, pemerintah harus segera memiliki solusi jelas terkait persoalan peralatan yang berimbas pada industri pengolahan ini. 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper