Bisnis.com, SEMARANG - Bank Indonesia menyimpulkan pertumbuhan perekonomian DIY pada 2014 melambat sebesar 5,18% year on year (y-o-y) dibandingkan dengan pertumbuhan pada 2013 tercatat 5,49%. Ini turut berpengaruh pada melambatnya kinerja perbankan.
Kepala Perwakilan BI Daerah Istimewa Yogyakarta Arief Budi Santoso mengatakan pertumbuhan ekonomi melambat seiring dengan perlambatan konsumsi pemerintah dan ekspor luar negeri.
Kondisi perlambatan ekonomi, ujarnya, juga berpengaruh melambatnya kinerja perbankan DIY pada 2014. Namun, ujarnya, stabilitas sistem keuangan (SSK) tetap terjaga.
Aset perbankan 2014 tumbuh 14% (y-o-y), melambat dari pertumbuhan pada tahun sebelumnya tercatat 16%. Menurunnya pendapatan masyarakat berdampak pada penghimpunan dana pihak ketiga yang sedikit melambat menjadi 12,15% (y-o-y) dari 12,64% (y-o-y) triwulan III/2014.
Sementara itu, pertumbuhan kredit relatif stabil, tumbuh 16,33% (y-o-y) pada triwulan laporan, sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya 16,07%. Sampai dengan triwulan IV/2014, risiko kredit masih di ambang wajar yang tercemin dari tingkat nonperforming loans (NPL) yang rendah, yaitu 2,11% (di bawah 5%).
Sementara itu, risiko likuiditas tetap terjaga sebagaimana tercemin dari loan to deposit ratio (LDR) yang menurun dari 66,79% pada triwulan sebelumnya menjadi 66,62% pada triwulan laporan.
“Perekonomian tumbuh melambat karena berbagai faktor. Kinerja perbankan juga turut terpengaruh pada perlambatan,” papar Arief dalam rilisnya, Senin (16/3/2015).
Dia menerangkan perlambatan perekonomian di DIY juga dipengaruhi sektor akomodasi dan makan-minuman (hotel dan restoran) yang turut melambat sejalan dengan moratorium pembangunan hotel dan melemahnya permintaan karena penurunan daya beli masyarakat sebagai dampak peningkatan harga bahan bakar minya (BBM).
Adapun, perlambatan ekonomi negara tujuan ekspor, terutama ke China berdampak pada melambatnya ekspor DIY.
“Penurunan daya beli masyarakat akibat peningkatan harga BBM dan tarif listrik serta penurunan investasi dan kinerja ekspor impor luar negeri memberi andil yang besar pada perlambatan ekonomi,” ujarnya.
Arief menerangkan sektor yang mengalami perlambatan meliputi pertanian, industri pengolahan serta penyedia akomodasi dan makan-minum.
Musim kemarau panjang yang berdampak pada bergesernya masa panen menjadi triwulan tahun berikutnya mengakibatkan pertumbuhan sektor pertanian terkontraksi lebih dalam sebesar -13,43% (y-o-y) dibandingkan dengan triwulan III/2014 sebesar -2,10% (y-o-y).
Pihaknya mengakui ketergantungan yang tinggi terhadap harga BBM bersubsidi dan peningkatan tarif listrik mengakibatkan kinerja industri pengolahan kecil menurun dalam triwulan laporan.