Bisnis.com, TANGERANG - LG Electronics resmi memboyong basis produksi mesin cuci ke Indonesia sejak akhir 2014.
Direktur Kulkas dan Mesin Cuci PT LG Electronics Indonesia Bambang Supriyadi mengatakan produksi mesin cuci tersebut dilakukan melalui pabrik di Legok, Tangerang, Banten.
"Mesin cuci ini akan dijual untuk pasar domestik," katanya.
Kapasitas produksi mesin cuci di pabrik itu 700.000 unit per tahun. Namun, soal target penjualan Bambang enggan menjawab, hanya disebutkan pada tahun pertama utilisasi produksi belum penuh.
Sebelum, memproduksi di Indonesia, mesin cuci LG diimpor dari Thailand. Sepanjang tahun lalu mesin cuci LG menguasai sekitar 24% pangsa pasar domestik, sedangkan mesin cuci sekitar 22%.
"Yang diproduksi sekarang baru mesin cuci twin tub [dua tutup di atas], setelah itu top load [bukaan atas] dan front load [bukaan depan]. Ke depan kami berencana ekspor ke Malaysia, Filipina, Thailand, dan Meksiko," ujar Bambang.
Tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) produk LG diklaim sekitar 80%. Sejumlah komponen yang belum dapat disuplai dari dalam negeri seperti kompresor, khusus untuk kulkas baja untuk bodi juga masih impor.
Total luas pabrik LG di Legok, Tangerang sekitar 30.000 hektare. Fasilitas produksi di sini terbagi dua, yakni 700.000 unit per tahun untuk mesin cuci dan 2,6 juta unit per tahun untuk kulkas.
Sayangnya, Bambang tidak mengungkapkan soal target penjualan mesin cuci. Adapun kulkas diperkirakan turun menjadi 1,5 juta unit dari 1,7 juta unit pada tahun ini.
Yang pasti secara umum bisnis pada tahun ini dirasa melambat.
Selama ini produksi LG ditujukan untuk ekspor mencapai 70%. Dominannya penjualan ke luar negeri, karena permintaan produk premium lebih banyak datang dari konsumen global.
"Seharusnya pasar di Indonesia lebih baik karena lebih besar," ucap Bambang.
Dalam aktivitas produksi mesin cuci dan kulkas, LG mengaku gejolak tarif listrik dan harga bahan bakar minyak sejauh ini dapat diakomodir, salah satunya melalui efisiensi energi.
Bambang menyatakan porsi biaya energi listrik dalam struktur ongkos produksi tak besar, yang dominan pengadaan material mencapai 70%.
Dengan berbagai fluktuasi yang ada LG mengaku tak meneruskannya ke harga jual berupa kenaikan harga.