Bisnis.com, JAKARTA - Peredaran produk palsu pada 2014 berpotensi merugikan negara hingga Rp65,1 triliun, berdasarkan hasil studi Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP).
Sekeretaris Jenderal MIAP Justisiari P Kusumah mengatakan kerugian itu meningkat dibandingkan hasil survei MIAP (2010) yang memperkirakan kerugian perekonomian terkait Produk Dimestik Bruto (PDB) sebesar Rp43,2 triliun.
"Secara nominal pemalsuan di Indonesia meningkat hampir 1,5 kali lipat dalam periode waktu lima tahun," ujarnya saat menyampaikan hasil studi Dampak Pemalsuan Terhadap Perekonomian Indonesia 2014 Jakarta, Rabu (25/2/2015).
Studi yang bekerja sama dengan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu menyebutkan tujuh komoditas yang produknya banyak dipalsukan, yakni software, kosmetika, farmasi atau obat-obatan, pakaian, barang dari kulit, makanan dan minuman serta tinta printer.
Adapun hasil survei itu mencatat persentase produk palsu tinta printer mencapai 49,4%, pakaian palsu mencapai 38,90% dan barang dari kulit mencapai 37,20%.
Kemudian, persentase pemalsuan produk software mencapai 33,50%, produk komestika palsu 12,60%, makanan dan minuman palsu mencapai 8,50%, serta produk farmasi palsu 3,80%.
Justisiari mengatakan pemalsuan produk telah merugikan perekonomian dari segi penerimaan pendapatan negara seperti pajak sebesar Rp424.856 juta. Ia merincikan pemalsuan produk makanan dan minuman merugikan sebanyak Rp 155.147 juta, komoditas pakaian dan barang dari kulit menyebabkan kerugian Rp191.993 juta.
Kemudian, komoditas obat-obatan dan komestika mengakibatkan kerugian Rp42.079 juta. Sedangkan, komoditas software dan tinta menyebabkan kerugian dari segi pajak sebesar Rp35.638 juta. Negara juga menderita kerugian akibat kehilangan kesempatan kerja, yakni Rp3.395.887 juta.
Ia mengatakan objek studi MIAP pada riset itu melibatkan konsumen akhir dan konsumen antara, yakni para penjual atau pedagang retail. Penelitian itu, lanjutnya, berfokus pada dua mata rantai konsumsi baik pembelian langsung untuk dipakai diri sendiri maupun pembelian barang untuk diperjualbelikan.
Sementara itu, AKBP Rusharyanto dari Sub Direktorat Industri dan Perdagangan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia mengatakan pihaknya terus melakukan penyelidikan dan pendidikan terhadap segala tindakan penggunaan merek secara tanpa hak atau pemalsuan produk.
"Kami baru-baru ini berhasil melakukan penindakan terhadap peredaran oli palsu di beberapa wilayah di Jakarta, dari toko atau pusat perbelanjaan otomotif," katanya.
Dia mengatakan permasalahan pemalsuan produk seperti oli palsu adalah masalah serius yang menjadi salah satu sorotan kepolisian karena tidak hanya melanggar hak dari pemilik merek tetapi juga masyarakat pengguna. []