Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Untungkan Pemodal, Peternak Desak Uji Materi UU Peternakan ke MK

Kalangan peternak unggas mendesak pemerintah menguji materi mengenai Undang-undang No. 18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan ke Mahkamah Konstitusi, pasalnya aturan tersebut hanya menguntungkan penanam modal asing (PMA).
UU Peternakan dan Kesehatan Hewan dinilai memberi peluang besar bagi PMA terus melakukan liberalisme terhadap pasar perunggasan nasional sehingga mematikan peternak rakyat./Ilustrasi Peternak unggas-Bisnis
UU Peternakan dan Kesehatan Hewan dinilai memberi peluang besar bagi PMA terus melakukan liberalisme terhadap pasar perunggasan nasional sehingga mematikan peternak rakyat./Ilustrasi Peternak unggas-Bisnis

Bisnis.com, BANDUNG - Kalangan peternak unggas mendesak pemerintah menguji materi mengenai Undang-undang No. 18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan ke Mahkamah Konstitusi, pasalnya aturan tersebut hanya menguntungkan penanam modal asing (PMA).

Sekretaris Perhimpunan Peternak Unggas Indonesia (PPUI) Ashwin Pulungan menyebutkan UU tersebut memberi peluang besar bagi PMA terus melakukan liberalisme terhadap pasar perunggasan nasional sehingga mematikan peternak rakyat.

"PMA sudah mendominasi sektor perunggasan nasional hingga 75%. Seharusnya adanya UU justru melindungi peternak rakyat, tetapi sebaliknya malah tertekan," katanya kepada Bisnis.com, Jumat (20/2/2015).

Pada saat pembahasan, ucapnya, sebenarnya UU tersebut mengakomodir kepentingan rakyat tetapi kenyatannya malah tidak berpihak.

Menurutnya, dalam aturan itu yang sangat merugikan peternak rakyat yakni PMA boleh melakukan pembibitan ayam hingga penjualan daging ayam. "Ini yang sangat membunuh peternak rakyat, karena PMA boleh main terintegrasi di sektor perunggasan nasional," ujarnya.

Ashwin memaparkan saat ini para pemodal besar yang menyediakan bibit ayam atau day old chicken (DOC), pakan, dan obat-obatan pun membeli kembali ayam yang telah siap potong pada peternak kemitraan, dengan harga kontrak yakni rata-rata Rp13.500-Rp15.000 per kilogram. Kemudian dijual kepada pemasok dengan harga antara Rp18.000 per kilogram sampai Rp20.000 per kilogram.

"Otomatis kami juga harus menjual di atas harga itu kepada para pedagang eceran. Akhirnya para pedagang saat ini menjual ke konsumen lumayan mahal," ujarnya.

Ashwin mendesak pemerintah segera mencabut UU No 18 Tahun 2009 dan menerbitkan Keppres atau Peraturan Pemerintah tentang tata-niaga perunggasan nasional yang berisi pasal tentang segmentasi Pasar, lalu kembali kepada UU No 6 Tahun 1967.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper