Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kampanye Negatif Sawit, Gapki Tolak Masalah Lahan Dikaitkan HAM

Pengusaha kelapa sawit menolak masalah penguasaan lahan dikaitkan dengan masalah HAM, karena lahan yang dimiliki perusahaan sudah memiliki prosedur dan aturan tersendiri.
Kebun Sawit/Jibi
Kebun Sawit/Jibi

Bisnis.com, JAKARTA - Pengusaha kelapa sawit menolak masalah penguasaan lahan dikaitkan dengan masalah HAM, karena lahan yang dimiliki perusahaan sudah memiliki prosedur dan aturan tersendiri.

"Kami menolak masalah lahan dikaitkan dengan HAM. Itu masalah hukum. Sebaiknya LSM jangan mudah mengaitkan dengan HAM," ujar Sekjen Gabungan Pengusaha Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono. 

Menurut Joko, riset yang dilakukan seharusnya juga dilakukan secara menyeluruh dan melibatkan semua pemangku kepentingan sehingga tak melihat dari satu sisi tertentu saja.

Dia menambahkan pada saat ada yang keberatan, perusahaan punya prosedur untuk menyelesaikan masalah itu, seperti dialog dan negosiasi untuk kompensasi.

Joko menjelaskan perusahaan besar kelapa sawit dibutuhkan karena memiliki sumber daya, teknologi dan modal yang kuat.

"Struktur kepemilikan lahan sekitar 42% dimiliki oleh petani, sedangkan 58% itu dimiliki perusahaan negara (PTPN) ataupun swasta," ungkapnya.

Terkait dengan lahan, ujarnya, jalan terakhir yang bisa ditempuh adalah melalui jalur hukum.

“Prosedurnya adalah dialog bilateral untuk negoisasi. Jika tak berhasil, dilakukan mediasi oleh pemerintah. Jika gagal, yang bisa ditempuh adalah melalui jalur hukum,” tegasnya.

Dia menuturkan ekspansi perusahaan sawit berkaitan dengan penggunaan minyak nabati untuk kebutuhan pangan.

Namun, ekspansi untuk meningkatkan produksi selalu diserang dengan berbagai kampanye negatif, termasuk riset oleh pihak tertentu dengan mengatasnamakan kerusakan lingkungan, perubahan iklim, hingga masalah HAM.

“Perlu dipahami ini semua akarnya adalah kompetisi pasar minyak nabati global,” tegasnya.

Dalam perkembangan, Tungkot Sipayung, Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI), mengungkapkan dari total luas kebun sawit di Indonesia, petani menguasai 46% lahan kebun sawit, ditambah BUMN 10%, dan swasta 44%.

"Swasta terbagi lagi menjadi dua, asing 30% dan sisanya lokal."

Tungkot menjelaskan diproyeksikan penguasaan lahan sawit oleh petani meningkat menjadi 51% pada 2020.

"Hal itu terkait dengan peningkatan kesejahteraan dan program kemitraan korporasi dan petani plasma," ungkapnya.

Achmad Manggabarani, Ketua Forum Pengembangan Perkebunan Strategis Berkelanjutan (FP2SB), menilai maraknya riset yang dilakukan oleh LSM memang cenderung mendiskreditkan industri kelapa sawit dan dapat dikategorikan kampanye negatif.

"Karena itu, kita harus mempertanyakan riset tersebut, apa maksud dan tujuannya, bagaimana metodenya," ungkapnya.

Menurut dia, sudah semestinya seluruh stakeholders tunduk kepada data pemerintah yang bertugas mengatur perkembangan industri.

Hal itu perlu mengingat industri kelapa sawit memberikan kontribusi yang besar bagi devisa negara, tenaga kerja, dan pemerataan pembangunan di daerah.

“Jangan sampai riset yang belum valid itu justru dijadikan patokan, padahal pemerintah sebagai otoritas yang berwenang memiliki data yang berbeda,” kata Manggabarani yang juga mantan Dirjen Perkebunan ini.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper