Bisnis.com, JAKARTA -- Pelaku usaha mengharapkan produksi kakao dalam negeri dapat memenuhi kebutuhan industri yang tahun lalu masih mengimpor sekitar 90.000 ton.
Ketua umum Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI) Pieter Jasman mengatakan tahun ini kebutuhan biji kakao untuk industri dalam negeri meningkat sebesar 70.000 ton atau menjadi 500.000 ton.
Kebutuhan ini meningkat sekitar 16% mengingat kebutuhan biji kakao untuk industri tahun lalu sebesar 430.000 ton.
Tahun ini bertambah karena ada satu pabrik baru milik Cargill di Gresik. Ini otomatis pasti bertambah kebutuhan bahan bakunya, ujarnya saat dihubungi Bisnis.com, Rabu (4/2/2015).
Dia menambahkan kebutuhan industri dalam negeri ini bisa terpenuhi bila biji kakao yang diekspor dapat dapat dialihkan ke industri. Nantinya, ekspor yang akan ditingkatkan adalah dalam bentuk olahan untuk memperoleh nilai tambah.
Pieter mengatakan bea keluar (BK) yang tinggi diyakini dapat mengurangi ekspor biji kakao. Setidaknya 15% saja BK yang ditetapkan akan dapat mengurangi ekspor tersebut.
"Boleh-boleh saja kalau menaikkan BK untuk kebutuhan dalam negeri,tapi yang penting dananya untuk bantu petani melalui gernas karena gernas yang terdahulu baru 30%," katanya.
Apalagi, lanjut Pieter, biji kakao umumnya diproduksi oleh perorangan. Oleh karena itu, mereka harus dibantu melalui program gernas ini.
Terkait impor, Pieter menambahkan tahun ini impor biji kakao masih akan dibutuhkan untuk industri. Namun, pihaknya berharap impor biji kakao tahun ini tidak sebesar tahun lalu. "Saya rasa mudah-mudahan tidak besar. Di bawah 50.000 ton," katanya.