Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PEMBANGKIT LISTRIK: Thorium, Solusi Energi Industri?

Pelanggan golongan industri tren kebutuhannya menanjak, tetapi pemenuhan tidak mengimbangi itu. Bukan potensi sumber listrik yang minim, penghambatnya lebih disebabkanketidakmerataan infrastruktur dan harga yang kemalahan menurut konsumen.
Ilustrasi/Bisnis.com
Ilustrasi/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA - Kebutuhan dan ketersediaan setrum ibarat kereta diberi dua lokomotif pada setiap ujungnya, saling tarik ke arah berlawanan.

Pelanggan golongan industri tren kebutuhannya menanjak, tetapi pemenuhan tidak mengimbangi itu. Bukan potensi sumber listrik yang minim, penghambatnya lebih disebabkan
ketidakmerataan infrastruktur dan harga yang kemalahan menurut konsumen.

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memperkirakan sepanjang tahun lalu dibutuhkan 99,9 GWh. Konsumsi setrum yang terbesar selama 3 tahun terakhir ini hanya dari tujuh industri lahap energi, yaitu baja, tekstil, pupuk, pulp dan kertas, pengolahan kelapa sawit, semen, dan keramik.

Kebutuhan industri semakin meng-gurita sejalan dengan fokus quick wins Perindustrian, yakni mengembangkan 13 kawasan industri di luar Jawa dan dua lainnya di Jawa.Proyek ini memerlukan suplai setrum mencapai 11.064 MW.

Sebetulnya ada banyak teknologi pembangkit listrik yang bisa dimanfaatkan. Sebut saja yang berbasis energi fosil, seperti minyak bumi, gas, dan batu bara. Ada pula yang bersumber dari energi alternatif, semisal hidro, panas bumi, tenaga surya, bahkan nuklir.

Bila topiknya bagaimana men-dapatkan pembangkit listrik yang hemat sumber daya alam plus harga terjangkau, jawaban pasti mengarah ke nuklir.  “Pembangkit nuklir itu perdebat-annya panjang dan disepakati ini pilihan terakhir,” kata Pemerhati Lingkungan Sony Keraf, di Jakarta, pekan lalu.

Respons pria yang pernah menjabat menteri lingkungan hidup itu seolah memangkas habis apapun penjelasan soal pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). Sebelum dirinya menyatakan hal tersebut, Dirjen Basis Industri Manufaktur Kemenperin Harjanto memaparkan soal potensi pembangkit berbasis thorium.

Pembangkit setrum berbasis bahan nuklir thorium dijamin berbeda dengan uranium. Thorium lebih aman karena radioaktifnya lebih rendah daripada uranium. Dari segi efisiensinyapun logam tanah jarang (LTJ) ini paling hemat sekalipun dibandingkan dengan uranium.

“Satu ton thorium bisa menghasilkan 1 GWh  untuk kebutuhan setahun. Produksi 100 MW LFTR menghasilkan output  US$70 miliar berupa omzet sektor industri dalam setahun,” tutur Harjanto.

LFTR adalah  liquid flouride thorium reactor alias pembangkit listrik tenaga thorium (PLTT).

CADANGAN ENERGI

Sekarang diperkirakan ada tujuh juta ton cadangan LTJ dalam mineral monasit di Provinsi Bangka Belitung. Logam tanah jarang atau rare earths ini mengandung thorium dan uranium. Sebetulnya thorium tidak hanya poten-sial sebagai sumber listrik, dapat pula dimanfaatkan industri lain.

Industri elektronik dan otomotif termasuk sektor yang membutuhkan LTJ thorium. Tidak hanya itu, logam tanah jarang inipun bermanfaat untuk high power neo magnets, phospors, polishing powders, dan glass additives.

Harjanto mengatakan sumber daya thorium di Bangka Belitung diestimasikan mencapai 170.000 ton. Jumlah ini cukup untuk mengoperasikan 170 unit PLTT berdaya 1.000 MWe selama 1.000 tahun. Limbah radioaktifnya hanya 0,8 – 1 ton per 1.000 MWe tahun dengan usia maksimal 100 tahun.

Coba bandingkan dengan produksi limbah radioaktif berbahan bakar uranium sebanyak 20 ton per 1.000 MWe tahun dengan umur mencapai 10.000 tahun. Kalau begini sih, artinya kita ber-ganti puluhan bahkan ratusan keturunan dulu baru selesai.

“Thorium ini sudah proven teknologinya, di India sudah dipakai. Limbah PLTT juga bisa ditangani secara keselu-ruhan pada operasi reaktor selama usia operasi reaktor,” ujar Harjanto.

Pengembangan thorium tidak hanya mengamankan suplai energi ke industri  tetapi juga mengembangkan indus-tri itu sendiri. Secara jangka panjang pengembangan LTJ ini akan merangsang peningkatan kemampuan teknologi industri energi berbahan bakar thorium.

Pengusaha mengaku setuju dengan proyek pengembangan PLTT tersebut. “Thorium itu adalah nuklir yang paling tidak berbahaya. Pada 2013 pemerintah Kanada pernah tawarkan ke Indonesia bangun PLTT berkapasitas 25 MW,” kata Ketua Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) Ahmad Safiun.

Menurutnya, PLTT bukan hanya bisa menjamin setrum industri, ini juga cocok untuk memenuhi kebutuhan listrik pulau-pulau dan daerah terpencil. Reaktornya saja bisa bertahan 100 tahun paling cepat dan ini didesain untuk 1.000 tahun.

Bila PLTT terealisasi maka gas bumi bisa dihemat karena tidak perlu lagi jadi sumber energi bagi industri. Mereka dapat memanfaatkan sumber alam ini khusus untuk bahan baku saja. “Gas itu lebih baik jadi  feedstock,  jadi bahan baku industri,” ucap Safiun.

Entah seberapa banyak biaya energi bisa dihemat pelaku industri melalui PLTT. Yang pasti, jika disebut thorium mungkin masyarakat umum tertarik ingin tahu. Tapi ketika dijelaskan ini salah satu bahan nuklir bisa jadi mereka bergidik dan sontak menolak meskipun belum menelan utuh penjelasan.

Apapun argumennya thorium rasanya memang masih jauh dari realisasi. Jalan keluar pamungkas ini tetap berlakon sebagai jagoan terakhir. Kini ada banyak jagoan lain yang sedang beraksi


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dini Hariyanti
Editor : Fatkhul Maskur
Sumber : Bisnis Indonesia, Selasa (3/2/2015)
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper