Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KEBIJAKAN EKONOMI: Pemerintah Dituding Tidak Belajar dari Kesalahan Terdahulu

Telaah ekonom pada RPJMN 2015-2019 menunjukkan pemerintah tak mengoreksi kesalahan terdahulu, bahkan ada beberapa poin yang bertentangan dengan visi-misi Presiden.
Pemerintah dianggap keliru mematok target yang terlalu optimistis. /
Pemerintah dianggap keliru mematok target yang terlalu optimistis. /

Bisnis.com, JAKARTA—Telaah ekonom pada RPJMN 2015-2019 menunjukkan pemerintah tak mengoreksi kesalahan terdahulu, bahkan ada beberapa poin yang bertentangan dengan visi-misi Presiden.

“RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) pertama dan kedua meleset semua, tapi pemerintah sekarang menggunakan pendekatan yang sama. Apakah sudah mempertimbangkan itu?” tutur Peneliti Senior Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal, Rabu (21/1/2015).

Dalam paparannya, Faisal mengemukakan baik target pertumbuhan, inflasi, kemiskinan, maupun pengangguran pada RPJMN 2004-2009 dan RPJMN 2010-2014 membukukan rapor merah. Kini alih-alih berefleksi pada kegagalan tersebut, pemerintah Presiden Joko Widodo bahkan memasang target yang dinilai sangat optimistis dalam 5 tahun kepemimpinannya.

Lebih dari itu, Faisal dan tim peneliti Core Indonesia juga menemukan paling tidak ada 3 agenda dan sektor prioritas yang tak sejalan dengan sasaran dan target. Dengan kata lain, poin itu bertentangan dengan tujuan pemerintah.Pertama, pemerintah mencanangkan kemandirian ekonomi tetapi pertumbuhan impor barang dan jasa dipatok lebih tinggi dibandingkan ekspornya.

Pertumbuhan importasi barang dan jasa diproyeksikan tumbuh dari 2% pada 2015 menjadi 14% pada 2019. Sementara itu eksportasi sektor tersebut hanya dipatok tumbuh dari 2% tahun ini menjadi 12% pada 2019.

Ketimpangan pertumbuhan ekpsor-impor itu juga merefleksikan disharmoni kedua, yakni pemerintah memasukkan sektor maritim dan pariwisata menjadi sektor unggulan tapi defisit neraca jasa diplot kian lebar. Selain itu, distribusi sektor jasa terhadap produk domestik bruto (PDB) selama 2015-2019 juga dipatok ajeg pada level 10,3%.

Ketiga, pemerintah berambisi mewujudkan  kedaulatan energi kendati begitu defisit migas pun diproyeksikan kian bengkak. Pada 2015, impor migas diperkirakan mencapai US$548,9 miliar dan melambung hingga US$59,9 miliar. Dengan demikian importasi migas akan tumbuh 22,5%. Pada kutub yang berlawanan, ekspor migas hanya tumbuh 9% dari US$32,3 miliar menjadi US$35,2 miliar.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Setyardi Widodo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper