Bisnis.com, JAKARTA -- Tax ratio 2014 anjlok dari tahun sebelumnya seiring dengan capaian shortfall selisih antara realisasi dari target pajak 2014 (minus PPh migas) yang mencatatkan rekor tertinggi selama ini yakni Rp94 triliun.
Dengan capaian penerimaan pajak 2014 senilai Rp894,5 triliun atau hanya 90,5% dari target Rp988,5 triliun, tax ratio perbandingan penerimaan pajak dengan produk domestik bruto (PDB) yang murni tanggung jawab Ditjen Pajak hanya 8,9% anjlok dibandingkan tahun sebelumnya 9,1%.
Sementara, untuk tax ratio total juga turun dari 11,8% pada 2013 menjadi 11,4% karena penerimaan pajak total Rp1.443,3 triliun atau hanya 91,7% dari pagu APBNP 2014 Rp1.246,1 triliun.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan tingginya shortfall yang pada gilirannya menekan tax ratio dikarenakan tidak tercapainya penerimaan dari PPh nonmigas dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
"PPh nonmigas lebih banyak dipengaruhi aktivitas ekonomi yang menyebabkan penurunan pajak perkebunan dan sumber daya alam lainnya," katanya dalam konferensi pers realisasi APBNP 2014, Senin (5/1).
Realisasi PPh nonmigas tahun lalu hanya mencapai Rp460,1 triliun atau 94,7% dari target APBNP 2014 senilai Rp486,0 triliuun. Penerimaan yang paling anjlok yakni PPN yang hanya mencapai Rp404,7 triliun atau 85,1 dari pagu Rp475,6 triliun.
Lemahnya realisasi PPN, sambung Bambang, sangat dipengaruhi adanya kenaikan restitusi yang tinggi. Hampir semua kantor wilayah (kanwil), lanjutnya, menerima pengajuan restitusi tahun lalu. Menurutnya, ada juga restitusi bodong yang seharusnya tidak dibayar pemerintah karena faktur pajak fiktif.
Sekadar informasi, restitusi yakni pengembalian penerimaan pajak dari negara kepada wajib pajak apabila jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang. Artinya, jika ada pengajuan restitusi yang tidak dicairkan, biasanya dihitung dalam penerimaan negara.
Wamenkeu yang juga Plt Dirjen Pajak Mardiasmo mengatakan tahun ini pemerintah telah mencairkan restitusi Rp82,4 triliun dari total target ajuan Rp100 triliun. Dengan demikian, ada ajuan restitusi yang tidak dicairkan sekitar Rp17,6 triliun.
"Karena kita betul-betul menyaring. Yang tidak kita loloskan itu ya bisa jadi karena memang fiktif juga di sektor pertambangan maupun transaksi penjualan," ujar dia.
Mardiasmo mengungkapkan pemerintah akan lebih ketat dalam pemeriksaan ajuan restitusi tahun ini seiring dengan upaya penggenjotan peneriman dan penaikan tax ratio hingga 16% tahun 2019 sesuai keinginan Presiden Joko Widodo.
Menurutnya, pencairan restitusi seharusnya tidak hanya cepat dalam waktu sekitar satu bulan sesuai ketentuan yang ada , tapi juga harus benar-benar akurat lewat audit yang ketat. Kita kan harus hari-hati. Yang kita keluarkan ya memang betul-betul haknya mereka.
Ditjen Pajak juga akan gencar melakukan upaya penegakkan hukum perpajakan, dari upaya penagihan pajak aktif, pencekalan hingga penyanderaan atau gijzeling. Adapun, beberapa waktu lalu, sebanyak 31 wajib pajak bakal dilakukan gijzeling.
Selain itu, pihaknya juga mengaku akan bekerja sama dengan asosiasi-asosiasi dan melakukan database khususnya wajib pajak orang pribadi. Pemerintah akan menggenjot penerimaan tersebut karena hingga saat ini masih rendah dari potensi yang ada.
Ditjen pajak, sambungnya, akan lebih mencermati kepatuhan wajib pajak orang pribadi nonkaryawan yang mempunyai profesi dan bekerja bebas. Wajib pajak tersebut a.l. akuntan, notaries, dokter, pengacara, dan profesi lainnya.