Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PRODUKSI GULA: Produksi Turun, Kok Bisa Stok di Dalam Negeri Melimpah?

Pemerintah diminta mengkaji kembali kebutuhan impor gula mentah tahun depan, karena dapat memicu petani tebu beralih ke komoditas lain mengingat masih menumpuknya stok gula dalam negeri sebesar 1,2 juta ton.
Panen tebu./Bisnis.com
Panen tebu./Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah diminta mengkaji kembali kebutuhan impor gula mentah tahun depan, karena dapat memicu petani tebu beralih ke komoditas lain mengingat masih menumpuknya stok gula dalam negeri sebesar 1,2 juta ton.

Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia Sumitro Samadikoen mengatakan pemerintah harus segera mengambil langkah penyelesaian terkait menumpuknya stok gula, karena akan memicu gairah petani untuk menanam tebu tidak sesuai dengan standar operasional (SOP) yang seharusnya.

“Belum pula bongkar ratoon [peremajaan tebu], tapi gula sampai tahun depan belum laku. Impor dibuka lagi dan petani tebu akan kehilangan gairah menanam sesuai SOP, sehingga akan mengakibatkan penurunan produksi,” katanya saat dihubungi Bisnis, (9/12/2014).

Dia mengatakan kondisi tersebut akan kontradiksi dengan target pemerintah untuk meningkatkan produktivitas gula mengingat sampai saat ini petani masih merugi karena rendahnya harga jual tebu sehingga gula yang dipanen tidak laku dijual.

Apabila pemerintah terus acuh, Sumitro mengatakan kemungkinan besar petani tebu akan mengalihkan tanam tebunya menjadi tanaman yang lebih menguntungkan, seperti kelapa sawit.

“Ini akan memasuki masa tanam 2015, sementara hari ini stok yang belum terjual banyak. Bagaimana 2017 mau swasembada? Semakin banyak gula yang tidak bisa dijual?” jelasnya.

Sumitro berharap pemerintah bisa menghitung secara cermat kebutuhan gula industri sehingga dugaan penyebab menumpuknya stok, yakni peredaran gula rafinasi tidak akan terjadi lagi pada tahun mendatang.

“Jadi kuotanya tidak usah dilebihkan, sesuai saja misalnya 2 juta ton. Agar rafinasi ini tidak terus membuat tebu rakyat merugi,” katanya.

Dia menaksir estimasi kerugian petani sepanjang tahun akibat menumpuknya stok gula mencapai Rp2,4 triliun dengan perhitungan harga wajar yang seharusnya diterima petani gula adalah Rp10.000/kg atau lebih tinggi dari HPP 8.500/kg.

Sementara itu, petani bisa menjual harga gula di angka Rp7700-7900/kg saat ini. Dengan selisih harga Rp2000 dikali produksi 1,2 juta ton maka akan mencapai Rp2,4 triliun.

Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan importasi gula tidak bisa dihindarkan mengingat produksi dalam negeri belum mencukupi kebutuhan nasional.

Adapun, APTRI mencatat kebutuhan gula nasional mencapai 5 juta ton dengan rincian 2,8 juta ton untuk gula konsumsi dan 2,2 juta ton untuk kebutuhan gula industri. Sementara itu, Kementerian Pertanian mencatat produksi nasional baru mencapai 2,55 juta ton.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Irene Agustine
Editor : Sepudin Zuhri

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper