Bisnis.com, JAKARTA -- Kamar Dagang dan Industri (Kadin) mengusulkan agar nilai transaksi di daerah perbatasan ditingkatkan menjadi 1.500 ringgit Malaysia per orang per bulan sejalan dengan kebutuhan masyarakat di tapal batas yang semakin meningkat.
Nilai transaksi maksimal RM600 per orang per bulan dalam Border Trade Agreement atau perjanjian lintas batas dan perdagangan antara Indonesia dan Malaysia yang berlaku sejak 1970 dinilai tidak relevan dengan perkembangan zaman.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Pemberdayaan Daerah Tertinggal dan Bulog Natsir Mansyur mengatakan tingkat inflasi di perbatasan sudah berbeda jauh dibandingkan dengan kondisi 1970.
Alasan lainnya, pembatasan yang terlalu ketat justru memicu penyelundupan. Atau, jika transaksi diketahui melebihi RM600, maka akan dikenai peraturan ekspor-impor dan dikenai pajak impor.
"Sekarang situasi inflasinya sudah tinggi, jadi RM600 itu kurang. Jangan terlalu kita ketati sampai ruang gerak masyarakat perbatasan terbatas," kata Natsir dalam konferensi pers tentang percepatan pembangunan perekonomian kawasan perbatasan, Jumat (5/12/2014).
Pembahasan peraturan pemerintah (PP) mengenai perdagangan perbatasan sebagai aturan pelaksana UU No 7/2014 tentang Perdagangan menjadi momentum tepat untuk merevisi batasan nilai transaksi itu.
UU Perdagangan hanya menyebutkan nilai transaksi maksimal pembelian barang di luar daerah pabean untuk dibawa ke dalam daerah pabean diatur dalam perjanjian bilateral.
Adapun PP harus terbit paling lambat dua tahun setelah UU diundangkan pada 11 Maret 2014.
Kadin juga menyoroti konektivitas antardaerah yang buruk di luar Jawa, apalagi di daerah perbatasan.
Natsir mengatakan pemerintah sudah saatnya 'menjahit' konektivitas darat, laut, dan udara, di perbatasan.
Pemerintah diharapkan membangun infrastruktur pelabuhan dan bandara, sedangkan swasta akan melengkapinya dengan sarana berupa kapal, pesawat perintis, dan angkutan barang.
"Untuk pembangunan infrastrukturnya, swasta mungkin tidak bisa karena pengembalian investasinya lambat, tetapi untuk penunjangnya, kami bisa" ujar Natsir.
Selain konektivitas, tiga hal lainnya harus segera diputuskan pemerintah.
Pertama, kewenangan daerah perbatasan untuk mengimpor langsung beberapa komoditas pokok, seperti beras, gula, minyak goreng, dan gas, sebagai solusi jangka pendek untuk mengatasi mahalnya harga kebutuhan pokok di tapal batas.
"Itu selama konektivitas di perbatasan masih terbatas. Itu pun hanya untuk beberapa kabupaten. Daripada menyelundup, lebih baik dilegalkan saja, toh dia bayar pajak. Barangnya juga bisa diukur, misalnya berdasarkan kebutuhan gula per kapita," kata Natsir.
Kedua, pembangunan dryport Entikong, Kalimantan Barat, yang telah mengantongi izin prinsip pada 2012 perlu dipercepat.
Dengan demikian, aktivitas perdagangan antara kawasan perbatasan Indonesia di Kalbar dengan negara tetangga lebih terkontrol dengan baik.
Ketiga, pembangunan transmisi listrik di perbatasan yang dapat dilakukan dengan bekerja sama dengan Sarawak.