Bisnis.com, JAKARTA—Target shortfall pajak—selisih antara target dan realisasi penerimaan—pemerintah sebesar Rp76 triliun tahun ini diyakini sulit terealisasi mengingat realisasi penerimaan pajak Januari-Oktober 2014 hanya Rp699 triliun.
Berdasarkan dokumen otoritas fiskal saat membahas penerimaan pajak dalam nota keuangan 2015 dengan Badan Anggaran (Banggar) RI, shortfall pajak Rp76 triliun bisa dikejar apabila penerimaan pajak hingga Oktober mencapai Rp708 triliun.
Dengan kondisi tersebut, Ditjen Pajak harus mampu merealisasikan tambahan penerimaan pajak sebesar Rp214 triliun dalam dua bulan terakhir ini apabila ingin mengejar target shortfall pajak Rp76 triliun pada tahun ini.
Dirjen Pajak Fuad Rahmany mengatakan optimistis realisasi penerimaan pajak mampu di atas 94% dari target penerimaan pajak (plus PPh migas) sebesar Rp1.072 triliun. Dengan kata lain, lanjutnya, shortfallpajak tahun ini bisa di bawah Rp70 triliun.
“Saya yakin bisa karena potensi pajak dari badan dan orang pribadi yang selama ini belum bayar pajak, masih besar. Oleh karena itu, ekstensifikasi yang saya tekankan kepada teman-teman DJP di lapangan. Insya Allah bisa,” katanya.
Dalam 2 bulan terakhir ini, Fuad memerintahkan seluruh kakanwil pajak dan kantor pelayanan pajak untuk memaksimalkan penerimaan pajak. Dia berharap pencapaian target tahun ini bisa lebih baik dari tahun lalu.
Dia juga mengingatkan sulitnya target penerimaan pajak tahun ini dikejar disebabkan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) tahun ini yang melambat dibandingkan dengan tahun lalu. Sekadar informasi, pertumbuhan PDB hingga kuartal III/2014 mencapai 5,01%.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo memperkirakan shortfall pajak tahun ini sebesar Rp76 triliun-Rp80 triliun, dengan asumsi kinerja penyerapan belanja pemerintah tidak menurun.
“Jadi tinggal bergantung terhadap belanja pemerintah, seperti dari pasal 22, pasal 21, atau pasal 23. Tetapikan pemerintah baru ini tengah menggalakkan efisiensi, jadi kemungkinan shortfall juga bisa lebih besar,” jelasnya.
Yustinus menuturkan shortfall pajak yang membengkak dikarenakan tidak ada hal luar biasa yang dilakukan oleh pemerintah untuk menggenjot penerimaan pajak, terutama dalam mengantisipasi pelemahan pertumbuhan ekonomi tahun ini.