Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Defisit Industri Besi dan Baja Menciut

Impor besi dan baja selama empat bulan pertama tahun ini tak separah 2013. Kendati demikian, pembelian dari luar negeri tetap lebih besar dari ekspor.
Pabrik pengolahan CPO/Bisnis
Pabrik pengolahan CPO/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA—Impor besi dan baja selama empat bulan pertama tahun ini tak separah 2013. Kendati demikian, pembelian dari luar negeri tetap lebih besar dari ekspor.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik yang diolah Kementerian Perindustrian (Kemenperin) diketahui defisit pada Januari - April tahun ini senilai US$3,3 miliar. Pada periode yang sama tahun lalu jumlahnya mencapai US$4,6 miliar, turun sekitar 19,6%.

Dirjen Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian Harjanto mengatakan defisit tersebut disebabkan ketergantungan impor lebih tinggi daripada kekuatan ekspor. "Kalau bicara produk logam, neraca perdagangan kita defisit," katanya, di Jakarta, Rabu (22/10/2014).

Pembelian dari luar negeri mencapai US$5,03 miliar sampai dengan bulan keempat. Nilai ini menyusut US$1,05 miliar terhadap perolehan empat bulan pertama tahun lalu yang menyentuh level US$6,08 miliar.

Sementara itu, kinerja ekspor baru mencapai US$1,7 miliar. Kendati jauh di bawah nilai impor tetapi penjualan ke luar negeri pada tahun ini terbilang lebih baik. Pasalnya selama Januari - April tahun lalu ekspor besi dan baja tercatat US$1,5 miliar.

Harjanto berharap kerja sama antara antara perusahaan nasional dengan asing seperti yang dilakukan Krakatau Steel dan Posco dapat meningkatkan produktivitas industri besi dan baja. Kemenperin ingin produksi PT Krakatau Posco dapat menekan impor besi dan baja oleh galangan kapal.

Krakatau Posco merupakan pabrik baja terpadu hasil patungan dari PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. dan Pohang Iron & Steel Company (Posco) asal Korea Selatan. Kepemilikan Krakatau sebesar 30% sedangkan Posco 70%.

Pabrik baja terintegrasi itu berkapasitas 3 juta ton per tahun pada tahap awal. Selanjutnya akan dikembangkan menjadi 6 juta ton per tahun guna mengantisipasi peningkatan permintaan baja di pasar domestik maupun regional.

"Impor kita besar karena biaya energi dalam produksi mahal," ucap Harjanto.

Biaya energi tersebut pada akhirnya memengaruhi harga jual. Harjanto mencontohkan harga antara slab baja buatan domestik sekitar US$510 per ton, sedangkan produk impor cuma sekitar US$480 per ton.

Harga jual yang relatif murah itu biasanya berlaku untuk produk asal Tiongkok. Kondisi ini terpengaruh kelebihan produksi besi dan baja di China yang banyak dilimpahkan kepada negara berkembang seperti Indonesia.

"Selisih US$30 per ton itu bagi pelaku industri penting. Daripada energi mahal dan kontinyuitas bahan baku tak terjamin, industri akhirnya lebih memilih impor slab," ujar Harjanto.

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dini Hariyanti
Editor : Ismail Fahmi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper