Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Budayawan Sebut Asing Hendak Caplok Kretek Indonesia

Budayawan Mohammad Sobary menilai kelompok antirokok yang mendesak Presiden SBY untuk segera mengaksesi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) tidak lepas dari intervensi pihak asing.
Ilustrasi - tembakau./Bisnis.com
Ilustrasi - tembakau./Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA - Budayawan Mohammad Sobary menilai kelompok antirokok yang mendesak Presiden SBY untuk segera mengaksesi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) tidak lepas dari intervensi pihak asing.

"Pihak asing yang penuh watak angkara murka hendak mencaplok bisnis kretek yang luar biasa besar ini," kata Sobary Senin (13/10/2014).

Kang Sobary, begitu ia disapa, menambahkan segenap aturan mengenai tembakau dan produk-produk olahannya disusun berdasarkan masukan kepentingan asing, yang mengandalkan aturan-aturan dari FCTC. Konyolnya, pemerintah meng-copy mentah-mentah aturan tersebut untuk diterapkan di Indonesia.

“Aturan-aturan yang diterapkan terhadap tembakau dan industri hasil tembakau pada hakekatnya dibuat berdasarkan alasan-alasan palsu dengan menekankan alasan demi kesehatan masyarakat sebagai cara dan strategi ampuh membasmi kretek,” terangnya.

Dijelaskannya, ketika argumen demi kesehatan masyarakat itu tidak manjur, digantilah argumen ekonomi bahwa merokok itu pemborosan. Argumen ekonomi inipun tak begitu berpengaruh.

Tetapi pelobi asing dibantu aparat pemerintah dari pusat hingga ke daerah-daerah, kaum profesional, para dokter, kaum aktivis, dan seniman dengan penuh semangat menelan argumentasi ini tanpa mau berpikir kritis atas argumentasi tersebut. “Semua siap menjadi makmum, dan mengamini argumen palsu itu,” tegas Sobari.

Dan akhirnya, lanjut Sobary, karena argument kesehatan dan ekonomi juga tak cukup meyakinkan, mereka menggunakan argument moral, melobi ormas keagamaan seperti Muhammadiyah dan Majelis Tarjih dalam organisasi itu, bahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyusun fatwa haram atas kretek.

"Sekali lagi, semua ini argumen palsu, untuk menutupi alasan yang sebenarnya, yakni perang dagang. Apa yang sedang terjadi ialah perang dagang,” tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : News Editor
Editor : Sepudin Zuhri
Sumber : Newswire
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper