Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah diminta mempertimbangkan secara matang usulan pembatasan investasi asing sampai 30% yang terdapat dalam draf inisiatif revisi Undang-Undang No 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan.
Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Fadhil Hasan mengatakan aturan tersebut dapat membuat iklim investasi kurang menarik sehingga membuat investasi berpindah ke negara lain.
“Efisiensi skala pengusahaan ini penting karena kedepan ini kan persaingan semakin ketat. Terlebih Afrika sedang memulai membuka lahan kelapa sawit, begitu juga Brazil jangan sampai investasi lari ke sana, “ katanya seusai acara Simposium dan Dialog Komoditi Kelapa Sawit, Jakarta, (10/9/2014).
Sebelumnya, DPR menyerahkan draf RUU Perkebunan yang salah satu poinnya bertujuan untuk mendukung berkembangnya usaha perkebunan dalam negeri dengan mendorong penanaman modal yang mengutamakan penanaman modal dalam negeri.
Dengan aturan tersebut, kepemilikan dalam negeri akan menguasai 70% investasi, sedangkan asing hanya memiliki 30% saja. Adapun, kawasan milik asing yang memiliki izin diberikan masa transisi 5 tahun untuk menyesuaikan kebijakan.
Fadhil mengatakan kepemilikan asing memang sebaiknya dibatasi, namun tidak harus diatur dalam Undang-Undang karena dinilai tidak fleksibel dalam menyesuaikan dengan kondisi ekonomi yang ada, sementara investasi selalu membutuhkan kepastian.
“Bisa diatur dalam PP saja, tidak harus Undang-Undang ditulis mengenai batas secara rinci. Lagipula dalam daftar negatif investasi sudah tertulis bahwa kepemilikan diatas 250 hektar diperbolehkan memiliki 90%, sementara dibawah itu tidak,” jelasnya.
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Herman Khaeron mengatakan penetapan 30% untuk investasi asing merupakan angka acuan yang sama halnya ketika UU Holtikultura ditetapkan.
“Itu sebagai angka acuan, waktu kita menetapkan UU Holtikultura sebesar 30%, mayoritas 70% adalah kepemilikan dalam negeri sementara 30 persen adalah land clearing sehingga sisanya memang dimanfaatkan untuk dalam negeri,” jelasnya.
Herman mengatakan draf tersebut akan diputuskan pada 29 September mendatang.
“Jika sampai 29 September lancar, maka aturan ini harus dilakukan. Tetapi jika ada dinamika, kami akan mencoba mencari skema yang tepat. Dengan mendengarkan rekomendasi, seperti merujuk ke PP, mungkin bisa saja pembatasannya 60%, ini yang akan dicoba didiskusikan,” jelasnya.
Sementara itu, Menteri Pertanian mengatakan akan segera menggelar rapat kerja mengenai RUU Perkebunan tersebut dengan banyak pihak yang banyak mempertanyakan poin pembatasan kepemilikan asing ini.
“Titik temu agar pelaku usaha tidak dirugikan dan bagaimana kepentingan dalam negeri juga penting, nanti ada titik temu yang akan kita coba diskusikan,” katanya.