Bisnis.com, JAKARTA — Meskipun belum ada kesepakatan mekanisme pemilihan kepala daerah, pemerintah akan memulai menyandingkan usulan fraksi partai dengan draft Rancangan UU Pilkada yang telah disiapkan pemerintah.
Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan mengatakan dari tujuh tujuh kluster isu, hanya dua isu saja yang belum jelas yakni mekanisme pemilihan kepala daerah dan pemilihan kepala dan wakil daerah dalam satu paket.
“Saya rasa kluster isu yang lain tidak ada yang signifikan perbedaanya. Tetapi untuk mekanisme dan paket pemilihan perlu lebih clear lagi. Nanti akan kami musyawarah dan mufakat-kan,” katanya usai rapat di Gedung DPR, Selasa (9/9/2014).
Dia menambahkan pihaknya telah menyiapkan dua draft RUU Pilkada, dimana draft pertama memiliki konsep mekanisme pemilihan secara langsung. Sementara, draft lainnya dengan konsep mekanisme pemilihan melalui DPRD.
Rencananya, kesepakatan DPR dan pemerintah dalam rapat-rapat sebelumnya akan dibahas secara bersama-sama, beserta tambahan usulan untuk dimunculkan di dalam pasal, seperti ketentuan untuk calon independen, ataupun diperketatnya syarat calon kepala daerah.
Oleh karena itu, dia berharap seluruh fraksi dapat hadir guna mengawal usulan dari setiap fraksi yang diberikan kepada pemerintah tersebut. Apabila tidak, lanjutnya, dikhawatirkan usulan dari fraksi terkait tidak akan dimasukkan.
Kendati demikian, Djohermansyah menegaskan pemerintah tetap konsisten agar pemilihan kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat. Dia berharap fraksi-fraksi yang belum sejalan dengan pemerintah dapat menyepakati pemilihan secara langsung tersebut.
Menurutnya, pada 14 Mei yang lalu, seluruh fraksi yang membahas RUU Pilkada sebenarnya telah sepakat pemilihan kepala daerah dilakukan secara langsung. Akan tetapi, dalam beberapa minggu terakhir ini, terjadi banyak perubahan.
“Saya harap fraksi-fraksi bisa sejalan dengan pemerintah karena pembahasan RUU Pilkada ini dilakukan sejak 2010 melalui proses yang panjang dan melelahkan. Jangan sampai ini terhenti, kami mau ini harus selesai,” tuturnya.
Dia menjelaskan RUU Pilkada bertujuan untuk mencegah terjadinya hal-hal yang berdampak negatif terhadap kemajuan otonomi daerah. Misalnya, kepala daerah terkena kasus hukum, maraknya politik uang, dan adanya pecah kongsi antara kepala dan wakil daerah.
Apalagi, pada 2015 mendatang, setidaknya ada 254 pemilihan kepala daerah yang akan digelar. Oleh karena itu, pemerintah berharap jalannya pilkada pada tahun depan akan berjalan baik, dan tidak seperti tahun-tahun sebelumnya.
Djohermansyah mengaku demokrasi membutuhkan ongkos yang sangat besar. Meskipun begitu, lanjutnya, ongkos yang tinggi dapat ditekan dengan melakukan efisiensi dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah, bukan menghilangkan hak pilih rakyat.
“Harus diingat demokrasi itu ada ongkosnya, kita harus berani bayar, tetapi kita juga harus perhatikan dalam efisiensinya. Masih ada solusi yang lebih baik, contohnya dengan pilkada serentak, tidak perlu ada dua hari sekali digelar pilkada, ini bisa memangkas ongkos hingga 50%,” tuturnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II Abdul Hakam Naja mengaku fraksi yang memilih adanya pemilihan secara langsung atau melalui DPRD mulai menunjukkan kejelasan. Menurutnya, sebanyak enam fraksi memilih pilkada melalui DPRD.
“Dari rapat ini, kembali terjadi perubahan tetapi sekarang sudah official a.l. fraksi PKS yang memilih pilkada melalui DPRD dari sebelumnya langsung, dan fraksi PKB yang memilih pilkada secara langsung, dari sebelumnya melalui DPRD,” tuturnya.
Dia mengaku sampai hari ini belum ada poin-poin dari kluster isu di RUU Pilkada yang disepakati. Akan tetapi, lanjutnya, secara garis besar, konsep RUU Pilkada sudah mengerucut antara Pilkada secara langsung atau melalui DPRD.