Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Petrokimia Positif Lagi

Harga petrokimia global memang sempat redup tetapi pada Juni dan Juli terlihat kembali positif.
Pekerja PT Chandra Asri Petrochemical (CAP) menuangkan biji plastik (polypropylene) ramah lingkungan untuk bahan membuat kantong plastik yang mudah lapuk kembali menjadi tanah dalam tempo 4 bulan, di Cilegon, Banten, Selasa (12/11). Perusahaan petrokimia tersebut memproduksi biji plastik ramah lingkungan dengan kode Asrene SF5008E untuk dipasarkan ke semua kota Besar di Indonesia untuk mengurangi dampak buruk limbah plastik konvensional yang tidak bisa lapuk dalam ratusan tahun./antara
Pekerja PT Chandra Asri Petrochemical (CAP) menuangkan biji plastik (polypropylene) ramah lingkungan untuk bahan membuat kantong plastik yang mudah lapuk kembali menjadi tanah dalam tempo 4 bulan, di Cilegon, Banten, Selasa (12/11). Perusahaan petrokimia tersebut memproduksi biji plastik ramah lingkungan dengan kode Asrene SF5008E untuk dipasarkan ke semua kota Besar di Indonesia untuk mengurangi dampak buruk limbah plastik konvensional yang tidak bisa lapuk dalam ratusan tahun./antara

Bisnis.com, JAKARTA—Harga petrokimia global memang sempat redup tetapi pada Juni dan Juli terlihat kembali positif.

Data bulanan Platts Index Petrochemical Global (PGPI) pada Mei 2014 menunjukkan harga petrokimia global susut. Dengan kata lain sejak Februari tahun ini, harga terus merosot hingga US$1.360 per metrik ton pada Mei.

Namun, memasuki Juli dan Juli 2014, harga petrokimia kembali merangkak. Pada Juni tumbuh sekitar 2% (month to month) menjadi US$1.387 per metrik ton. Kemudian pada Juli tumbuh lebih tinggi sebesar 4% terhadap Juni menjadi US$1.446 per metrik ton.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Aromatik, Olefin, dan Plastik Indonesia (INAplast) Fajar Budiyono menilai tren penguatan harga petrokimia dunia berpotensi terus berlanjut sampai akhir September 2014.

Memasuki kuartal IV/2014 khususnya Oktober dan November barulah harga berpotensi kembali melemah. "Pada saat harga turun tetapi tidak terpengaruh ke Indonesia karena pasokan di dalam negeri kurang," kata Fajar saat dihubungi Bisnis.com, Selasa (9/9/2014).

Kondisi tersebut disebabkan Indonesia masih kekurangan pasokan petrokimia. Secara keseluruhan impor petrokimia sekitar 55% dari kebutuhan di dalam negeri. Lantaran kebutuhan tetap impor tinggi maka harga jual ke Indonesia tetap tinggi pula.

Pada tahun lalu impor seluruh kelompok petrokimia nasional mencapai US$16 miliar dengan ekspor US$6 miliar. Artinya terdapat defisit hingga US$10 miliar.

"Industri petrokimia kita belum sehat. Ada bahan baku yang diekspor padahal di dalam negeri masih impor," ucap Fajar.

Sejauh ini pertumbuhan industri petrokimia di dalam negeri terbilang minim hanya 6,5% per tahun. Sektor ini tergolong kuat manakala setiap tahun mampu tumbuh  3% di atas pertumbuhan ekonomi.

Sepanjang tahun lalu ekonomi nasional merangkak sejauh 5,7% tetapi industri petrokimia cuma tumbuh 6,5%. Sektor ini sempat mendulang pertumbuhan hingga 12% pada masa lampau.

Sejalan dengan kenaikan harga petrokimia global pada Juli, harga minyak mentah dan nafta turun sebesar 5% dan 2%. Kondisi ini terpengaruh penurunan produksi, khususnya olefin.

"Saat harga beberapa produk turuk mengikuti penurunan input costs di akhir Juli, rupanya ini tak memengaruhi rerata kurun waktu sebulan," tulis Platss Editorial Director of Petrochemical Analytics Jim Foster dalam laman resmi PGPI. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dini Hariyanti
Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper