Bisnis.com, JAKARTA -- Peneliti dari Universitas Indonesia Athor Subroto menilai pemerintah perlu lebih memperketat kebijakannya.
"Paling tidak sampai tengah tahun depan, malah kemungkinan lebih ketat biar sinyal yang diberikan ke pasar tidak kabur," katanya, Rabu (13/8/2014).
Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo menegaskan otoritas moneter akan tetap mempertahankan kebijakan saat ini hingga akhir 2014. Sejak November 2013 BI mempertahankan suku bunga acuan di level 7,5%.
Dari kacamata ekonom PT Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih pemerintah memang masih perlu mempertahankan kebijakan ini sebagai insentif bagi pelaku pasar untuk menggenjot aliran dana masuk.
Bahkan jika nanti suku bunga the Fed naik, pada satu titik BI perlu meresponsnya dengan turut meningkatkan suku bunga untuk mengimbanginya.
Meski begitu, dia melihat saat ini kebijakan ekonomi yang ketat berfokus utama guna memperbaiki posisi defisit neraca berjalan. "Fokusnya sampai bisa turun ke level 2,5% produk domestik bruto (PDB)," katanya.
Berdasarkan catatan BI, defisit sepanjang 2013 tercatat di level 4,4% terhadap PDB atau setara dengan US$29 miliar. Tahun ini BI memproyeksikan jumlahnya menyempit ke posisi US$25 miliar.
Sementara itu Direktur Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia I Kadek Dian Sutrisna Artha mengatakan pemerintah sebenarnya sudah bisa melonggarkan kebijakan jika kepastian politik sudah diperoleh.
"Paling tidak risiko ketidakpastian sudah berkurang dari internal. Kalau kita kondusif investor pasti kemari," katanya.