Bisnis.com, JAKARTA—Industri makanan cepat saji dan penyedia layanan Internet di Indonesia dinilai masih sangat lemah dalam memenuhi harapan konsumen, khususnya terkait dengan dampak yang diberikan perusahaan tersebut terhadap masyarakat.
Penilaian tersebut didasari oleh hasil riset FleishmanHillard yang diterima Bisnis pada Senin (11/8/2014). Riset itu mengukur tingkat kesenjangan antara pengalaman konsumen ketika berinteraksi dengan perusahaan dan apa yang diharapkan dari perusahaan tersebut.
Berdasarkan penelitian yang baru pertama kali dihelat di Indonesia tersebut, tercatat bahwa konsumen Indonesia merasa bahwa 153 merek komersial, baik asing maupun lokal belum memenuhi harapan mereka dalam hal dampak terhadap komunitas, kepedulian terhadap pelanggaran, serta ‘berbuat benar’.
Adapun, ke-153 perusahaan yang tercakup di dalam survei tersebut terdiri atas 20 kategori bisnis. Di antara 20 kategori itu, perusahaan fast food dan Internet Service Providers (ISPs) adalah yang terlemah dalam hal pemenuhan harapan konsumen.
General Manager FleishmanHillard Jakarta Louisa Tuhatu menjelaskan perusahaan-perusahan yang diteliti di sisi lain ternyata melampaui ekspetasi konsumen dalam hal inovasi, kinerja yang konsisten, kepedulian terhadap karyawan, serta kepedulian terhadap lingkungan.
Perusahaan-perusahaan dari kategori industri minuman, farmasi, dan tablet/e-Readers adalah tiga teratas yang paling memenuhi harapan konsumen. Adapun, yang berada di posisi menengah a.l. agribisnis, otomotif, energi, liburan/perjalanan, dan perbankan.
“Kesenjangan yang berpotensi memberi masalah bagi perusahaan timbul ketika harapan konsumen tidak sesuai dengan apa yang mereka alami. Konsumen ingin inovasi yang lebih personal serta dukungan terhadap fasilitas publik,” jelas Louisa, Senin (11/8/2014).
Dia menambahkan interaksi sosial yang sangat tinggi di dunia saat ini mengharuskan setiap pebisnis untuk secara aktif mengelola merek dan reputasi mereka dengan cara-cara yang lebih memperhatikan ekspetasi konsumen.
Di dalam riset tersebut juga terungkap fakta mengejutkan, bahwa konsumen Indonesia ternyata tidak menjadikan desain dan teknologi canggih sebagai prioritas utama. Sepertiga konsumen dari 7 sektor industri lebih menginginkan produk dan layanan yang lebih personal.
Sementara itu, 50% konsumen produk teknologi di Indonesia menginginkan perusahaan untuk memfasilitasi mereka dalam mempelajari teknologi dan menyebarkan model-model berbisnis yang terbaik.
Di sektor kesehatan, 58% konsumen mendukung perusahaan yang memfasilitasi akses terhadap layanan kesehatan. Adapun, di sektor manufaktur dan industri, makanan, serta agribisnis, 52%% konsumen Indonesia menginginkan perusahaan agar menitikberatkan pada perlindungan konsumen dan 49% lainnya pada pemeliharaan lingkungan.
Sekadar catatan, penelitian yang bekerja sama dengan perusahaan riset asal Inggris Lepere Analytics tersebut bertujuan untuk membantu pelaku bisnis dalam memahami kebutuhan konsumen dan memperbaiki reputasi mereka.
Metode yang digunakan Lepere adalah mengidentifikasi konsumen ahli yang memiliki ketertarikan, pengetahuan, hubungan, dan pengaruh yang tinggi terhadap industri spesifik.