Bisnis.com, JAKARTA - Kebijakan rutin setiap tahun untuk menaikkan harga patokan petani (HPP) gula kristal putih (GKP) menuai sambutan positif dari kalangan petani tebu, karena dipandang dapat merangsang petani untuk mencapai target rendemen tebu 8,07%.
Regulasi yang berlaku selama ini, gula dipisahkan menjadi 2 yaitu gula kristal putih (GKP) yang dihasilkan dari gula dalam negeri yaitu dari tebu yang ditanam petani.
Sementara itu, gula kristal rafinasi (GKR) yaitu gula yang bahan bakunya berupa raw sugar yang diimpor. Gula rafinasi ini diperuntukkan bagi industri.
Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikoen mengatakan kenaikan HPP GKP untuk kali kedua dalam tahun ini tersebut dapat diterima sebagai bentuk perhatian pemerintah terhadap problema yang dialami petani gula beberapa tahun terakhir.
"Paling tidak ini bisa menjadi stimulus psikologis. Kementerian Perdagangan mau mengevaluasi dan melihat fakta soal kondisi pergulaan kita. Ini adalah sesuatu yang kami apresiasi, meski belum terlalu memuaskan," ujarnya kepada Bisnis, Senin (11/8/2014).
Sekadar catatan, Kementerian Perdagangan kembali menaikkan HPP GKP 2014 menjadi Rp8.500/kg pada Jumat (8/8/2014). Itu adalah kenaikan kedua setelah HPP dinaikkan untuk kali pertama tahun ini menjadi Rp8.250/kg pada 5 Mei.
Kenaikan yang baru tertuang di dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.45/2014 yang disahkan 7 Agustus tentang perubahan atas Permendag No.25/2014.
HPP gula sempat tidak dinaikkan selama 2 periode berturut-turut dari level Rp8.100/kg.Pada penaikan pertama, otoritas perdagangan menggunakan angka taksasi rendemen 2014 sebesar 8,07% dari Dewan Gula Indonesia (DGI).
Dengan taksasi rendemen tersebut, pada awalnya HPP yang dikehendaki pemerintah bernilai di bawah Rp8.000/kg. Namun, menurut Soemitro, rendemen di lapangan secara rata-rata pada kenyataannya masih di bawah 6%, sangat jauh dari taksasi DGI.
Pada akhirnya, HPP diputuskan naik menjadi Rp8.250/kg dengan asumsi keuntungan petani dipatok sekitar Rp358/kg. Jadi akhirnya dinaikkan segitu, sesuai perhitungan awal. Namun, dalam perjalanannya Kemendag berjanji akan mendiskusikan kembali pada Juli.
Dalam diskusi terakhir bulan lalu, Kemendag mengevaluasi dan ternyata benar rendemen nasional jauh dari angka 8%.
Menurut catatan APTRI, dari 63 pabrik gula (PG) di seluruh Indonesia, hanya ada 1 yang rendemennya dapat menembus angka 8,2%, yaitu PG Bunga Mayang di PTPN VII.
Di PTPN X, hanya ada 1 PG lain yang mencapai angka 7,3%. Sisanya berkisar antara 5%-6,1%.Nah, dengan perhitungan dan fakta-fakta [rendemen PG] tersebut, maka terbuktilah bahwa sebenarnya kami masih perlu disokong dengan harga patokan yang tinggi. Maka diputuskanlah HPP yang baru senilai Rp8.500/kg, jelas Soemitro.
Bagaimanapun, dia menegaskan HPP bukanlah satu-satunya komponen utama perangsang pendapatan dan produktivitas petani tebu. Upaya peningkatan rendemen oleh PG di seluruh Nusantara lebih penting untuk digarap pemerintah.Upaya penaikan rendemen nasional ini seharusnya menjadi tanggung jawab Kementerian BUMN.
Pabrik-pabrik gula yang [di bawah PTPN] seharusnya menjadi tanggung jawab Kementerian BUMN. Kita harus push [kenaikan rendemennya].