Bisnis.com, JAKARTA—Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mendesak pemerintah yang akan datang segera menerapkan Undang-Undang Desa guna mengantisipasi arus urbanisasi yang kian meningkat.
Kepala Bappenas Armida Alisjahbana menilai penerapan UU Desa berpotensi menekan arus urbanisasi yang kian meningkat. Meskipun demikian, dia mengingatkan persiapan penerapan UU Desa harus matang, terutama mengenai aturan, mekanisme hingga kesiapan desa.
“Potensinya ada karena akan banyak lagi dana-dana yang masuk ke desa. Nantinya, dana tersebut bisa dikelola dengan inisiatif desa. Tinggal disiapkan aturan dan mekanismenya agar dana tersebut tidak hilang atau tidak dimanfaatkan [secara salah],” tuturnya, Senin (4/8/2014).
Selain aturan dan kesiapan desa, lanjut Armida, waktu atau timing pengucuran dana juga harus dilakukan secara tepat. Hal itu dikarenakan, seringkali urbanisasi yang terjadi hanya bersifat musiman, terutama ketika musim tanam.
Seperti diketahui, UU No. 6/2014 tentang Desa menyebutkan setiap desa mendapatkan kucuran dana dari APBN guna mendorong pembangunan desa. Rencananya, dana yang akan dikucurkan mencapai Rp800 juta-Rp1,4 miliar per desa pada 2015 mendatang.
Saat ini pemerintah tengah menggodok aturan tersebut melalui peraturan pemerintah (PP). Adapun, pemerintah akan menerbitkan dua PP sebagai turunan Undang-Undang (UU) No. 6/2014 tentang Desa, antara lain mengenai keuangan dan administrasi.
Sejalan dengan itu, Armida berharap pemerintah yang akan datang dapat memperkuat kebijakan pemerintah dalam menekan arus urbanisasi. Armida mengklaim kebijakan yang ada sudah berada di jalur yang tepat, sehingga tidak perlu dilakukan perubahan kebijakan yang masif.
“Arah kebijakan saat ini sudah benar, tetapi perlu lebih diperkuat. Kalau arahnya sudah benar, terus ada pemerintah yang baru, jangan sampai reverse back atau kembali dari nol. Cukup diperkuat saja, dan dilengkapi saja,” katanya.
Seperti diketahui, tingkat urbanisasi pada 2010 mencapai angka 49,8%. Pada 2015 mendatang, Bappenas memprediksi angka tersebut meningkat menjadi 53,3%. Adapun, tingkat urbanisasi akan mencapai angka 60% pada 2025.
Melonjaknya arus urbanisasi, lanjut Armida, berimplikasi pada perubahan sosial dan ekonomi, seperti permintaan konsumen akan sandang, papan, dan pangan, serta kebutuhan infrastruktur yang meliputi transportasi, komunikasi, serta energi.
Sementara itu, pengamat ekonomi Universitas Indonesia Lana Sulistyaningsih mengatakan permasalahan urbanisasi merupakan masalah yang sifatnya struktural. Menurutnya, tingginya ketimpangan ekonomi antardaerah membuat arus urbanisasi kian meningkat.
“Daya tarik sebagai pekerja pabrik di perkotaan masih tinggi karena menawarkan penghasilan yang lebih besar. Selain itu, kota juga menawarkan pelayanan yang lebih memadai, seperti kesehatan, pendidikan dan sebagainya,” ujarnya.
Kendati demikian, sebagian besar penduduk yang melakukan urbanisasi justru tidak memiliki keterampilan dan berpendidikan rendah. Alhasil, kedatangan mereka berpotensi menambah masalah sosial di perkotaan.
Lana menilai pemberian dana Rp1 miliar bagi setiap desa tidak serta merta menekan arus urbanisasi saat ini. Menurutnya, pemerintah perlu juga menyiapkan program dalam menciptakan kegiatan ekonomi di desa tersebut.
“Jangan uangnya saja, program penciptaan kegiatan ekonomi juga harus disiapkan oleh pemerintah pusat jangan pemda yang memikirkan. Kalau proses sudah berjalan selama 3-5 tahun, baru minta masukan dari desa karena ketika itu mereka sudah memiliki kreatifitas,” katanya.
Selain itu, lanjut Lana, program desa yang disiapkan pemerintah pusat juga berpotensi mendorong perusahaan-perusahaan besar untuk menanamkan modalnya. Apabila itu dilakukan, pembangunan desa secara berkelanjutan akan berjalan.