Bisnis.com, TANGERANG - Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Realestat Indonesia (REI) Banten Soelaeman Soemawinata mengatakan konsep hunian berimbang pada rumah susun komersial sangat dilematis bagi pengembang.
Menurutnya, para pengembang rumah susun komersial biasanya hanya memiliki areal pembangunan dalam jumlah kecil yang cukup terbatas sehingga sulit untuk menerapkan konsep tersebut.
Namun begitu, tidak dilaksanakannya amanat hunian berimbang ini, tuturnya , terlebih karena sosialisasi peraturan menteri perumahan rakyat dan arahan teknisnya belum sampai kepada seluruh pengembang rumah susun komersial.
Arahan teknis tersebut, lanjutnya, seperti di mana letak pembangunan, berapa luas per unit, seperti apa konsep perizinan yang diberikan, dan apakah mendapatkan insentif khusus. Semua itu, ujarnya, berpengaruh terhadap kelayakan keuangan.
“Contoh, pengembang membangun rumah susun komersial satu tower dengan jumlah 500 unit kamar, artinya pengembang harus menyediakan 100 unit kamar murah, nah teknis bangunannya seperti apa? Apa bisa bergabung dengan pengembang lain?” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (11/7/2014).
Jika aturan dan petunjuk teknisnya jelas, tuturnya, maka pada prinsipnya seluruh pengembang pasti akan mengikuti semua aturan yang ada.
Dalam konsep hunian berimbang, pengembang diharuskan menyediakan minimal 20% lantai rusun untuk masyarakat berpenghasilan rendah
Sementara itu, Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Banten Sabri Nurdin mengatakan konsep hunian vertikal di Banten secara umum belum diminati oleh masyarakat.
Menurutnya, sejumlah rusun yang telah dibangun oleh beberapa anggota Apersi hingga kini belum diminati oleh konsumen. Oleh karena itu, sejumlah proyek rusunami yang telah direncanakan batal dilaksanakan.