Bisnis.com, MATARAM - Sejak PT Newmont Nusa Tenggara mengumumkan keadaan force majeure pada 5 Juni 2014 akibat kebijakan pelarangan ekspor mineral sejak 12 Januari 2014, rantai pasokan dari kontraktor lokal mulai gulung tikar.
Bahkan, sektor usaha kecil menengah seperti pedagang kelontong dan pemilik kos-kosan mulai banting setir menggeluti sektor usaha lain.
Direktur Utama PT Goldfinch Mitra Sejahtera Assharuddin Mochtar mengaku sulit tidur sejak pengumuman Newmont tersebut.
"Dari sisi stok barang, rugi yang saya alami mencapai miliaran rupiah," ujarnya di Sekongkang, Sumbawa Barat, Kamis (12/6/2014).
Menurutnya, kerugian tersebut tidak hanya berasal dari Goldfinch saja. Assharuddin memiliki 2 perusahaan lainnya yang juga bergerak sebagai penyedia barang dan jasa bagi Newmont.
Kedua perusahaan itu adalah PT Rajawali Nusa Tenggara dan CV Mitra Sejati yang masing-masing bergerak di sektor penyedia alat berat dan transportasi serta alat elektrikal perumahan.
Kerugian akibat stok barang menumpuk tersebut diakibatkan kewajiban kontrak mereka dengan Newmont untuk menyetok barang selama 4 bulan.
"Bila Newmont berhenti, otomatis stok barang saya tidak terserap. Padahal, barang-barang tersebut memiliki pasar yang spesifik, sehingga saya kesulitan mencari pembeli," ujarnya.
Padahal, dia juga masih memiliki kredit kendaraan transportasi berupa bus dan mobil 4x4 yang cicilan per bulan mencapai Rp500 juta. Assharruddin menghitung kerugian tiap perusahaan kini mencapai Rp360 juta per bulan.
Menurutnya, dia telah melakukan langkah penyelamatan dengan penjualan beberapa kendaraan transportasi yang biasanya disewa Newmont. Selain itu, langkah cepat penyelamatan perusahaan dengan menyewakan beberapa bus ke perusahaan lainnya.
Dalam prediksinya, langkah itu hanya bisa menopang neraca perusahaan selama 2 bulan."Kalau sampai bulan ketiga, terhitung sejak Juni, maka tamatlah riwayat kami," ujarnya.
Pendapat serupa juga diutarakan oleh Abdul Gani yang juga salah satu kontraktor Newmont untuk sektor alat transportasi.
Menurutnya, bila 3 bulan Newmont tidak beroperasi maka kekacauandan tindak kriminalisasi bisa terjadi di Kabupaten Sumbawa Barat akibat masyarakat tidak memiliki pekerjaan.
Pria yang akrab dipanggil pak Haji tersebut mengungkapkan karyawan di perusahaannya, PT Gita Armada Madani, sejumlah 150 orang telah dirumahkan sementara hingga ada kepastian soal nasib Newmont.
Perusahaan tersebut memiliki bus ukuran besar sejumlah 22 unit, mobil 4x4 sejumlah 11 unit dan sebuah truk. Semua kendaraan tersebut dibeli secara kredit dengan pinjaman bank pada 2012.
"Bagaimana kami tidak pusing, tiap bulan cicilan yang harus kami bayar ke bank lebih dari setengah miliar, sedangkan kendaraan kami tidak disewa Newmont akibat Newmont berhenti operasi. Lantas darimana kami dapat pemasukan," ujarnya.
Hanya saja, dia mengaku berat untuk melepas bus-bus tersebut. Pasalnya, pihaknya masih memiliki kontrak dengan Newmont hingga 2016.
Dia mengharapkan agar pemerintah pusat mau mengerti keadaan perekonomian daerah meski tengah disibukkan dengan hiruk-pikuk pemilihan umum."Tolong datang dan lihat serta dengarkan aspirasi kami warga Sumbawa Barat," ujarnya.
Berdasarkan pantauan Bisnis, baik lokasi tambang, perumahan karyawan, maupun masyarakat sekitar mulai dari Kecamatan Maluk, Kecamatan Sekongkang, dan Kecamatan Jereweh tampak sepi.
Salah seorang penjual makanan di daerah Maluk, Sumanto mengaku omzet turun drastis.
Menurutnya, bila kondisi normal, dia bisa mengantongi omzet hingga Rp3 juta, tetapi sejak Newmont berhenti, kini dia hanya mampu mengantongi Rp500.000 per hari."Untung saja, hari ini (Rabu, 11/6/2014) ada rombongan melintas sehingga omzet lumayan," ujarnya.
Bahkan dia mengungkapkan ada 2 rumah kos yang masing-masing berkapasitas 8-10 kamar sudah banyak yang dijual.