Bisnis.com, JAKARTA - UU No. 6/2014 tentang Desa mengalokasikan dana APBN untuk setiap desa di Indonesia.
Pemerintah desa mulai tahun depan harus menyusun anggaran pendapatan dan belanja sebagai konsekuensi dari pengucuran dana tersebut.
Peraturan Pemerintah no. 43/2014 menyatakan Pemerintah Desa harus menyusun rencana keuangan tahunan yang disebut sebagai Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa) dengan periode anggaran 1 Januari—31 Desember.
Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa menyepakati APB Desa paling lambat pada Oktober tahun anggaran berjalan.
Rancangan APB Desa kemudian harus disampaikan kepada camat untuk dievaluasi dan disepakati sebagai Peraturan Kepala Desa paling lambat pada 31 Desember tahun berjalan.
Pemerintah desa hanya harus mengalokasikan minimal 70% dari belanja APB Desa untuk mendanai penyelenggaraan pemerintah desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa.
Di sisi lain, belanja untuk penghasilan dan tunjangan kepala desa dan perangkat desa, operasional pemerintah desa, tunjangan Badan Permusyawaratan Desa, dan insentif bagi RT/RW hanya boleh menghabiskan maksimal 30% dari belanja APB Desa.
Seluruh pendapatan dan belanja desa harus tercatat dalam APB Desa dan disalurkan melalui rekening kasi desa. Dana dalam rekening kas desa hanya bisa dicairkan dengan tandatangan kepala desa dan bendahara desa.
Kepala Desa kemudian harus melaporkan realisasi APB Desa kepada bupati/walikota setiap semester dalam tahun anggaran berjalan.
Laporan pertama diberikan paling lambat pada akhir Juli, sedangkan laporan semester kedua harus disampaikan minimal pada akhir Januari.