Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ketidakpastian Masih Tinggi, Presiden Baru Harus Jaga Kesinambungan Fiskal

Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Firmanzah mengingatkan presiden baru yang terpilih dalam Pemilu Presiden (Pilpres) 9 Juli mendatang mengenai pentingnya menjaga kesinambungan fiskal.
Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Firmanzah. Presiden baru harus jaga keseimbangan fiskal/Bisnis
Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Firmanzah. Presiden baru harus jaga keseimbangan fiskal/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA--Pertarungan dua pasang calon presiden periode 2014-2019 yaitu Prabowo Subianto–Hatta Rajasa dan Joko Widodo (Jokowi)–Jusuf Kalla menggelitik hampir semua kalangan di tanah air, tidak terkecuali pakar ekonomi.

Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia  Firmanzah mengingatkan presiden baru yang terpilih dalam Pemilu Presiden (Pilpres) 9 Juli mendatang mengenai pentingnya menjaga kesinambungan fiskal.

Dia mengutip salah satu kajian Badan Moneter Internasional (IMF) yang dipublikasikan beberapa hari lalu, dimana disebutkan negara-negara di Asia kini dihadapkan pada lima tantangan dalam mendorong transformasi pertumbuhan yang lebih berkualitas dan resilien.  

Kelima tantangan tersebut, kata Firmanzah, meliputi; bagaimana mengatasi middle-income trap, tatakelola pemerintahan yang bersih, mengatasi aging population, mereduksi inequality, dan mendorong pembangunan sector keuangan.

“ Negara-negara Asia baik yang masuk dalam kelompok negara maju, emergingmaupun low-income economies dituntut dapat menempuh sejumlah kebijakan transformative untuk dapat menyelamatkan ekonomi negaranya (juga kawasan) dari imbas perlambatan global dalam beberapa tahun ini,” jelas Firmanzah di Jakarta,  sebagaimana dilansir laman Setkab, Senin  (9/6/2014) pagi.

Staf Ahli Presiden bidang Ekonomi dan Pembangunan ini  mengingatkan bahwa  ekonomi dunia dan Asia masih menyisakan risiko ketidakpastian, setelah China dan India menunjukkan perlambatan dan kontraksi ekonomi yang dihadapi sejak 2012 (hard landing).

Hal ini juga menjadi salah satu konsiderasi dari lembaga seperti Bank Dunia, IMF, ADB, dan OECD yang pada beberapa bulan lalu  menurunkan outlookekonomi negara-negara berkembang di Asia.

Karena itu, lanjutnya, spekulasi pemulihan global pun tertahan dan berkembang pada sejumlah isu pembenahan domestik yang dipandang menjadi titik awal untuk mengembalikan arah pemulihan seperti pada  2009-2011.

“Pembenahan domestik seperti reformulasi strategi pertumbuhan yang lebih berkualitas, mendorong investasi, menjaga daya beli, pengelolaan inflasi, dan lain sebagainya kini banyak dilakukan sejumlah negara di Asia termasuk Indonesia (terlepas dari krisis politik yang tengah terjadi di Thailand),” papar Firmanzah.

Firmanzah  menyebutkan perlambatan global, tertekannya perdagangan global, perubahan iklim yang mendorong volatilitas harga komoditas global (pangan dan energi), telah merongrong ekonomi negara-negara di dunia.

“Kompleksitas dan dinamikanya pun sulit diprediksi sehingga sebagian besar negara-negara Asia khususnya negara berkembang dituntut mampu mendesain kebijakan-kebijakan lentur namun tetap dalam koridor disiplin dan hati-hatik hususnya dalam pengelolaan fiskal,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ismail Fahmi
Editor : Ismail Fahmi

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper