Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan PT Newmont Nusa Tenggara meminta penguranfan tarif pajak ekspor atau bea keluar di bawah 10%. Namun, pemerintah belum menyetujui permintaan tersebut.
Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Dede I. Suhendra mengatakan Kementerian Keuangan tengah merevisi besaran BK yang nantinya akan dikenakan kepada perusahaan yang serius membangun smelter.
Menurutnya, besaran BK ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan No.6/2014 tentang Penetapan Barang Ekspor Yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar Barang Mineral. Dalam PMK itu, besaran BK ditetapkan progresif 20%, 0% hingga 60%.
"Mereka keberatan atas aturan BK yang ada, mereka mintanya di bawah 10%. Tapi ini kan kewenangan Kementerian Keuangan, kalau kami tidak bisa ikut campur," katanya, Jumat (6/6/2014).
Dede menuturkan pihaknya hanya berwenang menerbitkan rekomendasi Surat Persetujuan Ekspor (SPE). Namun, untuk mendapatkan rekomendasi ini maka Newmont harus menyetorkan jaminan kesungguhan pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) US$ 25 juta. Hanya saja hingga sekarang Newmont belum menempatkan jaminan kesungguhan tersebut.
"Mereka mau setor jaminan kesungguhan kalau ada kepastian bea keluar," ujarnya.
Newmont bekerja sama dengan PT Freeport Indonesia dalam membangun smelter. Lokasi smelter berada di Gresik, Jawa Timur dengan investasi mencapai US$ 2,3 miliar. Kapasitas smelter ini mencapai 400.000 ton dengan kebutuhan bahan baku konsentrat tembaga sebesar 1,6 juta ton.