Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PM No.25/2008 Bakal Direvisi

Kementerian Perhubungan bakal merevisi Peraturan Menteri No.25/2008 tentang penyelenggaraan angkutan udara karena terdapat sejumlah kelemahan mendasar dan rencananya bakal diselesaikan tahun ini.

PM No.25/2008 Bakal Direvisi

 

M.G.Noviarizal Fernandez/76

 

JAKARTA-Kementerian Perhubungan bakal merevisi Peraturan Menteri No.25/2008 tentang penyelenggaraan angkutan udara karena terdapat sejumlah kelemahan mendasar dan rencananya bakal diselesaikan tahun ini.

 

Direktur Angkutan Udara Ditjen Perhubungan Udara Kemenhub Djoko Murjatmodjo mengatakan Peraturan Meneteri (PM) No 25/2008 sudah sepatutnya direvisi karena terdapat banyak kelemahan.

 

Dia mencontohkan kelemahan yang tidak diatur secara jelas dalam PM tersebut adalah tidak adanya pengaturan yang jelas terkait rute yang bisa diserobot oleh maskapai besar atau full service serta maskapai kelas bawah alias Low Cost Carriers (LCC).

 

“Selain itu dalam revisi tersebut juga membicarakan dengan lebih terperinci mengentai aturan perihal penutupan rute penerbangan,” ujarnya di sela Diskusi Implementasi Perlindungan Konsumen Berdasarkan UU Penerbangan, Selasa (3/6).

 

Saat ini, lanjutnya, draft revisi tersebut sudah disusun oleh jajaran Hukum dan Humas Ditjen Perhubungan Udara dan tengah dalam proses sosialisasi lanjutyan dengan pihak maskapai penerbangan.

 

“Kami targetkan tahun ini revisi tersebut bisa diselesaikan. Saat ini kami masih melakukan beberapa diskusi lanjutan,” katanya.

 

Praktisi hukum David Tobing yang pada 2007 pernah menggugat sebuah maskapai penerbangan terkait layanan konsumen mengatakan persoalan penutupan rute penerbangan sepatutnya perlu diatur secara lebih terperinci.

 

“Harus ada kategori berapa lama rute penerbangan itu diberikan. Jadi maskapai tidak seenaknya buka rute baru kemudian tutup,” katanya.

 

Selain itu, lanjutnya, pihak regulator harus melarang maskapai yang tengah dalam krisis keuangan atau hampir pailit, untuk membuka rute baru sehingga saat dinyatakan pailit, tidak ada konsumen yang dirugikan akibat penutupan rute pascapailit.

 

Sinergisitas Aturan

 

Dalam diskusi itu, Senior Manager Legal Garuda Indonesia mempertanyakan payung hukum perlindungan konsumen penerbangan yang sudah diatur dalam UU No.1/2009 tentang penerbangan tapi dalam beberapa kasus penggugat sering mengajukan payung hukum UU No.8/1999 tentang perlindungan konsumen.

 

“Apakah UU penerbangan merupakan lex specialist dari lex generalis yaitu UU Perlindungan konsumen,” paparnya.

 

Dalam UU Penerbangan, hak konsumen untuk menuntut maskapai dibatasi jika terjadi force major atau gangguan cuaca dan gangguan teknis lainnya seperti akses dan fungsi bandara serta navigasi sementara UU perlindungan konsumen bersifat tidak terbatas dalam persoalan tuntutan konsumen.

 

Karena itu menurutnya perlu ada kejelasan apakah dalam kasus konsumen penerbangan, harus mengutamakan UU penerbangan, bukan UU perlindungan konsumen.

 

Pakar hukum dari Universitas Atma Jaya Jakarta Prof. Ida Bagus Supancana mengatakan jika menggunakan UU penerbangan maka konsumen bakal tidak berdaya di hadapan maskapai penyedia jasa.

 

“Karena itu, berbagai standar pelayanan maskapai semestinya disesuaikan dengan standar internasional ,” ujarnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper