Bisnis.com, JAKARTA--Besarnya nilai belanja muslim untuk pakaian muslim/muslimah, mendorong pelaku usaha Indonesia untuk ikut serta meraih potensi yang besar tersebut.
Merujuk data Thomson Reuters dalam State of The Global Islamic Economy 2012, nilai belanja yang dikeluarkan muslim dunia menyentuh angka US$224 miliar untuk belanja pakaian dan sepatu di tahun 2012.
Jika dibandingkan total belanja pakaian penduduk dunia angka ini mewakili 10,6%.
Diprediksi angka ini melonjak hingga US$322 miliar di tahun 2018, atau mencapai 11,5% dari pengeluaran global. "
Nilai sebesar ini harus dapat diraih oleh pelaku usaha pakaian muslim, termasuk di Indonesia," kata Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sapta Winandar kepada Bisnis.com, Rabu (4/6/2014).
Di antara negara-negara OKI, dalam sektor perdagangan busana muslim saat ini Bangladesh menempati posisi paling tinggi dengan nilai ekspor sebesar US$22 miliar, disusul Turki US$14 miliar.
Sedangkan Indonesia berada di angka US$7,18 miliar. Setelahnya ada Pakistan dengan US$3,7 miliar dan Maroko dengan US$2,9 miliar.
Meski demikian, masih ada tantangan yang perlu diwaspadai pengusaha busana muslimah terkait persaingan pasar di sektor ini.
Menurut catatan Kemenparekraf, telah ada pemain besar yang lebih dulu menjual produk di pasar busana muslim dunia dan punya brand kuat.
Di antaranya: Shurk di Yordania. Produk yang berasal dari Yordania ini punya pasar utama di Amerika Utara dan Inggris, dengan toko yang tersebar di hampir 50 negara dunia.
Rabia Z dan Balqees, asal Uni Emirat Arab. Saat ini produknya telah tersebar mayoritas di negara Inggris, Australia, New Zealand, kawasan timur tengah hingga total ada 45 negara.
Tekbir dan Armine, dari Turki. Produk ini dikenal sejak 1982 dan dijual hingga Eropa dan Mesir.
Sampai saat ini mereka sudah punya total 1.400 toko di berbagai negara mulai Amerika, Belanda, Inggris dan Timur Tengah. Islamic Design House, berbasis di Inggris.
Produk ini selain di negara asalnya juga sudah tersebar di Amerika, Kanada, UAE dan Yordania.